Selasa 16 Jun 2020 18:39 WIB

Persaudaraan Haji Tolak RUU HIP

Ada beberapa pandangan dan sikap agar pembahasan RUU HIP tidak dilanjutkan.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto
Ismed Hasan Putro
Foto: REPUBLIKA/Wihdan
Ismed Hasan Putro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) mengeluarkan pernyataan sikap menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Idieologi Pancasila (RUU HIP). Penolakan ini setelah PP IPHI melakukan kajian secara mendalam.  

Ketua Umum PP IPHI Ismed Hasan Putro mengatakan, setelah mencermati dengan penuh seksama dan kehati-hatian, terhadap perkembangan terakhir tentang usulan inisiatif DPR RI mengenai RUU HIP, PP IPHI menyampaikan beberapa pandangan dan sikap agar pembahasan RUU HIP tidak dilanjutkan.

Pertama, IPHI melihat, bahwa maksud RUU HIP seperti dicantumkan dalam pertimbangan RUU HIP adalah bahwa Pancasila sebagai dasar negara, dasar filosofi negara, ideologi negara, dan cita hukum negara merupakan suatu haluan untuk mewujudkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.

Namun, jika dasar filosofis dan idiologis itu kemudian diwujudkan dalam bentuk Undang-undang, maka IPHI berpendapat bahwa secara teori hukum akan mengurangi makna Pancasila itu sendiri. Hal ini terbukti benar bahwa dalam pasal-pasal RUU HIP telah mendistorsi dan mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung serta makna Pancasila.

Kedua, Pancasila sudah dilepaskan dari nilai Ketuhanan yang Maha Esa sebagaimana makna Ketuhanan dalam pembukaan UUD 1945, karena dalam RUU HIP diganti dengan mental spiritual dan sangat bertentangan secara diametral dengan pesan mendasar dari Pembukaan Undang-undang dasar 1945.  

Bahkan dalam pasal 7  ayat (2), ada upaya memeras Pancasila menjadi Trisila atau tiga sila, yakni sosio-nasionalisme, sosio demokrasi serta ketuhanan yang berkebudayaan, seperti ide Nasakom (Nasionalis Agama Komunis) pada era Orde Lama. 

"Selanjutnya makna Pancasila kemudian diperas lagi menjadi gotong royong dan berbahaya," kata Ismed kepada Republika, Selasa (16/6).

Ketiga memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong”, adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Dengan demikian hal ini juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD Tahun 1945 sebagai Dasar Negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada 5 Sila tersebut.

Keempat RUU HIP dalam bagian konsideran (menimbang) tidak memuat Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. 

Kelima RUU HIP hanya membuat bangsa Indonesia menjadi gaduh. Yang lebih kita butuhkan saat ini adalah penerjemahan Pancasila ke dalam ideologi kerja seperti UU Sistem Perekonomian Nasional yang merupakan penjelmaan Pancasila sebagai ideologi kerja daripada sekedar kelembagaan ideologisasi Pancasila.

Keenam fakta-fakta tersebut di atas ini makin mengkhawatirkan karena RUU HIP bisa menjadi pintu masuk bangkitnya Komunisme setelah mendistorsi makna Pancasila yang sebenarnya, sebagai Ideologi negara sekallgus kristalisasi nilai-nilai penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Berdasarkan pertimbangan di atas IPHI berpendapat bahwa RUU HIP telah nyata bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, dan apabila disahkan akan merusak dan mengacaukan aturan hukum bernegara," katanya.

Oleh karena itu IPHI menyatakan sikap sebagai berikut: Menolak RUU HIP dan mendesak kepada Presiden untuk tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) mengenai pengiriman wakil pemerintah dalam pembahasan RUU HIP dan menolak membahasnya. 

"IPHI juga mendesak kepada DPR untuk mencabut RUU HIP dari daftar legislasi DPR," katanya.

Mengajak kepada semua ormas keagamaan, organisasi profesi, seluruh civitas akademika/perguruan tinggu, masyarakat madani (LSM), media massa, serta komunitas masyarakat lainnya untuk bersama-sama mengkritisi dan menolak keberadaan RUU HIP karena akan merugikan dan mengacaukan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement