Rabu 24 Jun 2020 12:20 WIB

Tahun Lalu Lebih dari 1.000 Teroris Ditangkap di Eropa

Mereka yang ditangkap tersebar di 19 negara anggota Uni Eropa

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Polisi memasang garis batas polisi di jalan dekat lokasi penusukan di London Bridge, Jumat (29/11). Lebih dari seribu teroris ditangkap di Uni Eropa tahun lalu. Ilustrasi.
Foto: EPA
Polisi memasang garis batas polisi di jalan dekat lokasi penusukan di London Bridge, Jumat (29/11). Lebih dari seribu teroris ditangkap di Uni Eropa tahun lalu. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG — Lebih dari seribu teroris ditangkap di Uni Eropa tahun lalu. Hal itu diungkap dalam Europol European Union Terrorism Situation and Trend Report.

Dilansir The National pada Rabu (24/6), sepanjang tahun lalu terdapat 119 serangan teroris yang digagalkan, gagal, dan terlaksana di 13 negara anggota Uni Eropa. Sebanyak 26 serangan dilakukan kelompok ISIS.

Baca Juga

Serangkaian serangan itu turut menyebabkan 27 orang terluka. Para korban luka tersebut merupakan target dari serangan teroris sayap kanan. Aksi-aksi penyerangan itu menyebabkan 1.004 orang ditangkap atas dugaan pelanggaran terkait terorisme.

Mereka yang ditangkap tersebar di 19 negara anggota Uni Eropa. Belgia, Prancis, Italia, Spanyol, dan Inggris adalah pihak yang melaporkan jumlah tertinggi.

Menurut Europol European Union Terrorism Situation and Trend Report, jumlah serangan ISIS telah menurun di kawasan Eropa. Namun serangan sayap kanan dan kiri meningkat tahun lalu.

Pada 2019, tiga negara anggota Uni Eropa melaporkan enam serangan teroris sayap kanan. Padahal pada 2018, hanya ada satu serangan semacam itu.

Direktur Eksekutif Europol Cathrine De Bolle mengungkapkan ekstremis sayap kanan telah meningkatkan ketakutan orang-orang akan terjadinya teror atau serangan. “Sementara banyak kelompok ekstremis sayap kanan di seluruh Uni Eropa tidak melakukan kekerasan, mereka berkontribusi pada iklim ketakutan serta permusuhan terhadap kelompok minoritas di kota-kota Uni Eropa,” ujar De Bolle.

Menurut dia iklim seperti itu dibangun di atas xenofobia, kebencian terhadap Yahudi dan Muslim, sentimen anti-feminisme, serta anti-migrasi. Wakil Presiden European Commissioner for Promoting the European Way of Life Margaritis Schinas mengatakan Uni Eropa perlu memperkuat langkah-langkah anti-terorisme. “Terorisme harus menjadi ancaman bagi dunia, Eropa, warga negara kita, keamanan kita, dan cara hidup kita,” ucapnya.

Uni Eropa dinilai perlu mengintensifkan langkah-langkah anti-terorisme, berbagi informasi serta kerja sama penegakan hukum, baik di lapangan maupun secara daring.

“Kami akan segera menyajikan European Security Union Strategy yang baru untuk menetapkan bidang-bidang di mana Uni Eropa dapat memberikan nilai tambah untuk mendukung negara-negara anggota dalam memastikan keamanan, dari memerangi terorisme serta kejahatan terorganisir, hingga mencegah dan mendeteksi ancaman hibrida, termasuk keamanan dunia maya,” kata Schinas.

European Union Commissioner for Migration, Home Affairs, and Citizenship Ylva Johansson mengatakan Eropa menghadapi ancaman teror yang berkelanjutan. “Kita tidak boleh menurunkan penjagaan kita dalam memerangi ancaman terorisme. Memiliki kemampuan penegakan hukum, alat, dan kerja sama lintas batas yang sesuai untuk era digital adalah kuncinya,” ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement