Jumat 26 Jun 2020 10:54 WIB

Tugas Pengadaan Cadangan Beras Bisa Jadi Ancaman Buat Bulog

Bulog diharuskan menjaga ketersediaan stok beras di kisaran 1-1,5 juta ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyebut, tugas pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan Bulog. Sebab, penugasan yang diberikan pemerintah tak seimbang.
Foto: Republika/Dedy D Nasution
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyebut, tugas pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan Bulog. Sebab, penugasan yang diberikan pemerintah tak seimbang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menyebut, tugas pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan Bulog. Sebab, penugasan yang diberikan pemerintah tak seimbang.

"CBP bisa jadi ancaman buat Bulog. Di satu sisi kita ingin serap produksi gabah dalam negeri, tapi di sisi lain, tidak ada jaminan beras ini akan digunakan oleh pemerintah," kata Budi saat mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR, Kamis (25/6) kemarin.

Baca Juga

Bulog diharuskan menjaga ketersediaan stok beras di kisaran 1-1,5 juta ton oleh pemerintah. Sumber dana untuk pengadaan beras itu menggunakan pinjaman perbankan dengan bunga kredit komersial yang ditanggung sendiri oleh Bulog.

Namun, pemrintah pun tak memberikan jaminan akan digunakan untuk apa beras tersebut setelah program Beras Sejahtera untuk keluarga penerima manfaat dihapus. Bulog akan mendapatkan penggantian dari pemerintah jika beras itu digunakan.

Penggantiannya pun, hanya berupa selisih antara patokan harga pembelian beras (HPB) oleh pemerintah dengan harga jual beras oleh Bulog yang lebih rendah dari harga jualnya.

"Ancaman kerugian sudah pasti bagi Bulog. Begitu beras digunakan dan disalurkan, baru kita tagih ke negara, dan itu ada sudah dua tahun belum di bayar. Nilainya lebih dari Rp 2 triliun," ujarnya.

Sementara itu, bunga dari kredit yang digunakan Bulog untuk melakukan pengadaan beras ditanggung oleh Bulog sendiri. Semakin lama beras tak digunakan, maka semakin besar kerugian Bulog dan memiliki utang yang menumpuk kepada perbankan.

"Kalau beras tidak dirawat, beras akan rusak. Kemarin ada 20 ribu ton rusak, kalau dipertahankan kualitas cost nya mahal. Kalau Bulog rugi, kita dimaki-maki. Beras busuk, kita juga yang kena," katanya.

Oleh karenanya, Bulog mengusulkan anggaran dalam APBN 2021 sebesar 19,051 triliun untuk kebutuhan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) pada tahun depan.

Ia menjelaskan, sebanyak Rp 15 triliun diperlukan sebagai dana talangan dari pemerintah untuk kebutuhan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,5 juta ton tahun 2021.

Adapun sisanya, sebanyak 4,051 triliun untuk kebutuhan selisih harga CBP antara yang dibeli dan dijual oleh Bulog. Biaya selisih itu berdasarkan harga pembelian beras (HPB) oleh Bulog sebesar Rp 10.801 per kilogram (kg) sedangkan harga jual oleh Bulog harus lebih murah yakni sebesar Rp 8.100 per kg.

Pemerintah harus menanggung selisih harga tersebut sesuai aturan yang berlaku, sebab beras tersebut bukan untuk komersial. CBP digunakan sebagai instrumen stabilisasi harga di masyarakat.

"Perum Bulog telah mengajukan usulan total anggaran pangan (CBP) dalam APBN sebesar Rp 19,051 triliun," katanya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement