Jumat 26 Jun 2020 19:08 WIB

Antropologi Kesenian Orang Arab (1)

Masa keemasan sejarah Arab-Islam termasuk di bidang kesenian dan kesusastraan.

Red: Ani Nursalikah
Antropologi Kesenian Orang Arab (1). Sejumlah pemain musik menampilkan sajian musik khas Arab.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Antropologi Kesenian Orang Arab (1). Sejumlah pemain musik menampilkan sajian musik khas Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hajriyanto Y. Thohari, Dubes RI untuk Lebanon

JAKARTA -- Berbicara tentang kesenian (dalam arti umum) dan seni suara (dalam arti khusus) di dunia Arab pikiran orang akan secara otomatis segera tertuju pada dua maestro yang nyaris menjadi legenda, yaitu Umm Kultsum (Arab: أم كلثوم‎ ) dari Mesir dan Fairuz (Arab: فيروز‎)  dari Lebanon. Dua nama penyanyi legendaris itu bukan hanya termasyhur di dunia Arab, melainkan sampai ke seantero dunia, termasuk Indonesia.

Baca Juga

Banyak sekali orang Indonesia yang bahkan hapal luar kepala syair dan lagu kedua diva Arab ini, dan mampu menyanyikannya. Tak ayal lagi keduanya banyak memengaruhi musisi gambus atau melayu di Inonesia.

Tapi sebenarnya kesenian Arab jauh lebih luas dari sekedar Ummi Kaltsum dan Fairuz. Abul Faraj Al-Isfahani (اب الفرج الإصفهانى), sarjana besar yang hidup pada tahun 897-967 (masa Abasiyah), menulis perkembangan seni dalam sejarah Arab secara kronologis dan diakronis dalam buku yang berjudul Kitab al-Aghani (كتاب الأغاني) yang terdiri dari 25 (dua puluh lima) jilid. Kitab Al-Aghani, atau kitab nyanyian (The Book of Songs) ini menyerupai sebuah antologi syair,  koleksi puisi, nyanyian-nyanyian Arab, foklore, lelucon, dan anekdot yang luar biasa kaya raya dalam rentang waktu berabad-abad sejak masa pra-Islam (Jahiliyah) sampai abad 9.