REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Sejumlah sensor radiasi di Stockholm, Swedia, mendeteksi isotop dengan kadar tinggi dari reaktor nuklir yang berada di sekitar Laut Baltik. Kadar isotop yang terdeteksi tetapi masih pada level yang tidak berbahaya.
Hal ini dilaporkan oleh Organisasi Traktat Pelarangan Uji Nuklir Komprehensif (CTBTO), organisasi dunia yang mengawasi alat deteksi nuklir. Salah satu stasiun pemantau menunjukkan tingkat radionuklida atau radioisotop yang tidak biasa di udara.
Ada tiga jenis partikel radionuklida yang jumlahnya tidak biasa, yaitu caesium-134; caesium-137; dan ruthenium-103. Partikel-partikel radionuklida dapat terbawa jauh oleh angin.
"Stasiun pemantau CTBTO di Stockholm mendeteksi tiga partikel isotop, Cs-134, cS-137 dan RU-103 yang seluruhnya terhubung dengan reaktor fusi nuklir, dengan kadar lebih tinggi dari biasanya (tetapi tidak berbahaya untuk kesehatan manusia)," kata Kepala CTBTO Lassina Zerbo dalam unggahannya di media sosial Twitter, Jumat (26/6).
Partikel tersebut dideteksi oleh stasiun pemantau pada 22-23 Juni. Dalam unggahan yang sama, Zerbo juga memperlihatkan sebuah peta yang memperkirakan asal tiga partikel tersebut 72 jam sebelum mereka dideteksi oleh stasiun pemantau.
Perkiraan Zerbo, tiga isotop itu kemungkinan dari satu wilayah luas yang mencakup ujung wilayah Denmark, Norwegia, selatan Swedia, beberapa wilayah Finlandia, negara-negara Baltik, dan sebagian wilayah barat Rusia, termasuk di Kota St. Petersburg.
"Ini sudah pasti produk dari reaktor nuklir, kemungkinan besar milik warga sipil," kata juru bicara CTBTO yang berkedudukan di Wina, Austria.
"Kami dapat memperkirakan sumber dari isotop ini, tetapi untuk mengidentifikasikan lokasi pastinya bukan bagian kewenangan kami," kata dia menambahkan.
CTCTO bertugas mengoperasikan dan mengawasi ratusan alat sensor seismik, hidro-akustik, dan teknologi lainnya untuk mengidentifikasi uji senjata nuklir di dunia. Walaupun demikian, teknologi itu juga dapat digunakan untuk kepentingan lain.