REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pinjam meminjamkan dan juga gadai sudah merupakan hal lumrah di antara sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan mendesak saat itu. Selain meminjam, gadai merupakan suatu perbuatan hukum yang dilegalkan baik secara individu dan lembaga yang bernama pengadaian.
Meski gadai legal, Islam tetap menghukumi haram jika penerima gadai menjual barang gadainya tanpa seizin pemberi gadai atau yang meminjam uang, meski penerima gadai tak membayar pinjamanannya sesuai waktu yang telah dintentukan. Sehingga pemberi gadai tak berhak menjualnya barang gadaiannya.
"Tidak ada yang namanya pegadaian itu menjadi si pemberi utang atau penerima gadai menjadi pemilik barang yang digadaikan," kata Ustaz Ahmad Zarkasih Lc, dalam bukunya 47 Masalah Fiqih Klasik dan Kontemporer.
Ustaz Ahmad menegaskan, dalam gadai, Status kepemilikan barang ialah tetap pada si pihak yang menggadaikan barang yaitu pihak peminjam hutang. Apapun bentuknya, gadai tidak merubah status kepemilikan barang.
Syariah kata Ustaz Ahmad memang membolehkan barang tersebut dimanfaatkan oleh si penerima gadai. Misalnya orang berhutang dan menggadaikan mobil, maka si penerima gadai boleh memanfaatkan untuk kegiatan sehari-harinya.
Namun ia juga punya kewajiban merawat barang itu sama seperti membiayai bensinnya, mereparasi kerusakan jika memang terjadi karena pemakaiannya, membersihkannya dan seterusnya. Tapi tetap status barang itu ialah milik si peminjam atau yang memberikan gadai.
"Makan jika sudah datang tempo pembayaran, si peminjam berhak mendapatkan kembali barang gadaian nya itu lalu membayar atau melunasi utang yang telah diambil dari si penerima gadai,"
Untuk untuk itu masing-masing pihak, baik penerima dan pemberi gadai harus memperhatikan rukun jual beli itu sendiri, karena jika salah satu rukun jual beli itu rusak atau tidak terpenuhi maka rusak juga akadnha. Kalau sudah rusak akadnya kata dia maka kepemilikannya pun tidak diakui dalam syariah.
"Dengan bahasa lain, bisa dikatakan bahwa ia menggunakan barang yang haram dimakan karena itu bukan miliknya," katanya.
Karena bagaimanapun seorang Muslim tidak bisa memanfaatkan suatu barang yang bukan miliknya kecuali dengan izin si pemilik aslinya yang sah. Untuk itu masing-masing pihak harus tahu mengenai kewajiban masing-masing, baik sebagai penerima maupun pembeli jual gadai.