REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020. "Kami sangat menyesalkan dikeluarkannya RUU PKS dari daftar Prioritas Prolegnas 2020," ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (2/7).
Sandrayati menyebut penundaan pembahasan RUU PKS merupakan bentuk pembiaran atas terjadinya pelanggaran HAM berupa tindakan kekerasan. Menurut dia, RUU PKS sangat dibutuhkan untuk melindungi HAM dari tindakan kekerasan dan merendahkan martabat kemanusiaan yang hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang yang ada.
Ada pun hak-hak korban hanya diatur dengan undang-undang tertentu, seperti UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Perlindungan Anak dan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang spesifik hanya untuk korban dalam tindak pidana yang diatur dalam undang-undang tersebut. Sementara ketentuan dasar yang khusus menjamin pemenuhan hak untuk semua korban kekerasan seksual yang diatur dalam KUHP belum ada.
Dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM bersama Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI dalam rangka evaluasi dan usulan perubahan Prolegnas RUU Prioritas 2020, 16 RUU disepakati untuk dikeluarkan, termasuk RUU PKS. Padahal sebelumnya dalam acara Laporan Pertanggungjawaban Komnas Perempuan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pengesahan RUU PKS sangat penting bagi pemerintah karena korban kekerasan seksual tertinggi adalah perempuan.