REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Pemkab Indramayu bersama jajaran TNI dan Polri akan berupaya untuk mengatasi ancaman kekeringan. Memasuki musim tanam gadu I, ancaman kekeringan kini melanda areal persawahan di sejumlah daerah, terutama di wilah Indramayu barat.
Hal itu disampaikan Plt Bupati Indramayu, Taufik Hidayat, di sela peresmian Kampung Tangguh Lembur Tohaga Lodaya di Blok Dukuh Kerupuk, Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu, Jumat (3/7).
"Saya sudah perintahkan jajaran PUPR untuk mengecek ke lapangan dan kita koordinasikan secepat mungkin dengan pihak Bendung Rentang dan PJT II," kata Taufik.
Taufik menambahkan, pihak TNI dan kepolisian juga akan akan mendampingi pemerintah daerah dalam upaya untuk meningkatkan debit air. Termasuk soal pembagian air ke sawah-sawah petani.
"Nanti kita bersama-sama TNI dan Polri agar air bisa sampai kepada petani," ujar Taufik.
Taufik pun meminta kepada pihak pengelola Bendung Rentang agar menggelontorkan air dengan debit yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pengairan di Kabupaten Indramayu. Dia menyebutkan, agar kebutuhan air bisa mencukupi, maka debit air yang digelontorkan dari Bendung Rentang ke wilayah Cipelang barat setidaknya mencapai 27 meter kubik.
Selain soal debit air, Taufik mengakui, kondisi saluran irigasi dan soal pembagian airnya juga menentukan dalam masalah pengairan ke areal persawahan. Untuk itu, pihaknya sedang mengecek terlebih dulu kondisi yang terjadi di lapangan.
Seperti diketahui, para petani di Kecamatan Kandanghaur mengeluhkan ancaman kekeringan yang kini melanda areal persawahan milik mereka. Pasalnya, air irigasi tak sampai ke wilayah mereka.
Wakil Ketua KTNA Kabupaten Indramayu, Sutatang, menjelaskan, ancaman kekeringan tidak hanya terjadi di Kecamatan Kandanghaur. Namun, juga di beberapa kecamatan lainnya, di antaranya Kecamatan Terisi, Gabuswetan dan Losarang. "Yang terparah memang di Kecamatan Kandanghaur," ujar Sutatang.
Sutatang menyebutkan, umur tanaman padi di Kecamatan Kandanghaur juga masih muda, yakni kurang dari sebulan. Pasalnya, wilayah itu sebelumnya pernah mengalami banjir sehingga harus melakukan tanam ulang.
Sutatang menilai, penyebab kekeringan itu dikarenakan daerah-daerah tersebut berada di ujung irigasi. Akibatnya, selalu paling akhir menerima pasokan air baik dari Waduk Jatigede maupun dari Waduk Jatiluhur.
Tak hanya itu, air juga tak kunjung masuk ke wilayah mereka karena dalam perjalanannya seringkali disedot oleh petani lainnya menggunakan pompa air. Akibatnya, air sudah habis sebelum sampai ke daerah tersebut.