REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim Polri menangkap satu tersangka peretas terhadap 1.309 situs milik lembaga negara, lembaga pendidikan dan jurnal ilmiah di Indonesia. Namun, tersangka tidak hanya melakukan aksinya di Indonesia tetapi juga di beberapa negara lainnya seperti Australia, Portugis, Inggris dan Amerika.
"Pada (2/7) kami telah melakukan penangkapan terhadap tersangka ADC (28) warga Sleman, Yogyakarta yang melakukan peretasan sebanyak 1.309 situs milik lembaga negara, lembaga pendidikan dan jurnal ilmiah. Tidak hanya di Indonesia, hal ini juga ia lakukan di Australia, Portugis, Inggris dan Amerika," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/7).
Kemudian, ia melanjutkan ADC melakukan peretasan dengan cara mengakses situs secara illegal dalam rangka mengubah tampilan dan mengirim ransomware. Sehingga situs tidak bisa digunakan dan tersangka meminta sejumlah uang untuk ditukar dengan decription key dari tersangka agar situs bisa digunakan kembali. "Tersangka bekerja sebagai hacker mulai dari 2014 secara otodidak dengan imbalan yang didapatkan antara Rp 2 juta sampai dengan Rp 5 juta," kata dia.
Ia menjelaskan adapun akun yang diretas antara lain situs Badilum milik Mahkamah Agung (MA), situs Pengadilan Negeri Sleman, situs AMIK Indramayu, situs Dumasan Polda DIY, situs Pemprov Jateng, situs UNAIR, situs Jurnal Ilmiah, situs Lapas 1 Muara Enim dan sebagainya.
Ia menambahkan barang bukti yang berhasil disita oleh penyidik yaitu satu buah KTP, satu buah ATM, dua telepon genggam, satu CPU dan monitor, satu buah router, tiga unit hard disk dan dua buah simcard. Lalu, motif yang digunakan tersangka adalah untuk mendapatkan keuntungan pribadi, keuntungan ekonomi dan aktualisasi diri menggunakan keahlian diri untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat.
Akibat perbuatannya tersangka dijerat Pasal 27 Ayat (4) Jo Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 46 Ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 30 Ayat (1), (2) dan (3) dan/atas Pasal 48 Ayat (1), (2) dan (3) Jo Pasal 32 Ayat (1), (2) dan (3) dan/atau Pasal 49 Jo Pasal 33 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 362 KUHP dan/atau Pasal 363 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak 1 M.
"Kami masih dalami ia bekerja sendiri atau ada orang lain yang terlibat dengan kasus ini. Kami imbau masyarakat untuk selalu berhati-hati mengecek keamanan akun-akun secara berkala. Khusus untuk para hacker kami siap perang jika kalian melakukan hal yang melanggar dan akan diproses secara hukum," kata dia.