Kamis 09 Jul 2020 15:47 WIB

Legislator: Pemerintah Plin-plan Soal RUU HIP

Sikap para menteri masih berbeda-beda mengenai RUU HIP.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Massa menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) karena dinilai mengandung unsur komunisme dan berharap pemerintah mencabut RUU HIP dari program legislasi nasional (Prolegnas) 2020.
Foto: ANTARA/Arnas Padda
Massa menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) karena dinilai mengandung unsur komunisme dan berharap pemerintah mencabut RUU HIP dari program legislasi nasional (Prolegnas) 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai sikap Pemerintah terkait Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dalam hal ini masih terlihat plin-plan, tidak jelas.  Hal ini terlihat dari sikap para menteri yang berbeda-beda mengenai RUU HIP.

Menurut Mulyanto, menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD menyatakan Pemerintah menunda pembahasan RUU HIP ini. "Namun Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pada saat Raker Evaluasi Prolegnas 2020 menyatakan Pemerintah belum memutuskan sikap, masih mengkaji RUU HIP tersebut," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Rabu (8/9).

Kata Mulyanto, yang terbaru Mahfud MD yang menyatakan bahwa ada kelompok yang ingin menghantam pemerintah. Padahal, pemerintah telah jelas-jelas menolak RUU HIP. Untuk itu PKS akan terus menyuarakan sikap penolakannya terhadap RUU HIP ini, sesuai dengan aspirasi masyarakat yang meluas.

Menurut Mulyanto, RUU HIP ini sebenarnya bisa dihentikan pembahasannya dengan menggunakan berbagai mekanisme politik. Kata dia, kalau ada niat politik, banyak jalan dan dasar untuk mencabut RUU HIP dari daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Ada pembenarannya, baik dalam UU No. 12/2011 ataupun dalam Peraturan DPR No. 1/2020. "Masalahnya apakah Pemerintah dan DPR punya political will untuk itu," tuturnya.

Mulyanto berpendapat, pasal 70 UU No.12/2011 menyatakan, bahwa RUU yang belum dibahas dapat ditarik. Bahkan pada pasal 71 UU yang sama menyatakan, bahwa RUU yang sedang dibahas antara pemerintah dan DPR sekalipun dapat ditarik melalui suatu prosedur yang ditetapkan. Itulah kenapa pada Rapat Kerja Tripartit DPR-DPD dan Pemerintah, (2/7) lalu dicabut sebanyak 16 RUU dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020. 

"Jadi, sebenarnya kalau Bamus dan Pimpinan DPR RI berkeinginan untuk mencabut RUU HIP, maka ini dapat dilaksanakan. Sekarang bolanya ada di tangan Pemerintah," tegas Mulyanto.

Selanjutnya, kata Mulyanto jika Pemerintah benar-benar menolak RUU HIP, maka penolakan itu dapat dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada DPR RI. Atau juga dengan cara tidak menulis Surat Presiden dan DIM (daftar isian masalah) kepada DPR dalam waktu 60 hari setelah menerima surat dari DPR tentang RUU HIP, yang jatuh pada tanggal 20 Juli 2020.

"Kalau lewat dari tanggal 20 Juli 2020, Presiden tidak mengirim Surpres dan DIM terkait RUU HIP kepada DPR, maka otomatis tidak akan terjadi pembahasan RUU ini di DPR RI," ujarnya.

Sesuai dengan Pasal 141 ayat (2) Peraturan DPR No.1/2020 tentang Tata Tertib disebutkan, "Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Presiden belum menunjuk Menteri untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR RI, Pimpinan DPR melaporkan dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk menentukan tindak lanjut". Yang pasti tidak akan ada pembahasan RUU HIP oleh Pemerintah dan DPR kalau sampai tanggal 20 Juli 2020, Presiden tidak mengirimkan Surpres dan DIM RUU HIP kepada DPR RI.

"Dengan demikian, terkait soal pencabutan RUU HIP dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020 bukanlah soal “bisa dan tidak bisa” secara perundangan, tetapi ini adalah soal “mau dan tidak mau” secara politik," tegas Mulyanto. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement