REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Umum Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Saniah Widuri menyatakan, sebagai pengembang standar sertifikasi hutan, IFCC sangat memperhatikan peran sentral perempuan. Ini tidak hanya dalam pengambilan kebijakan di dalam perusahaan, tapi juga melihat apa yang dilakukan perusahaan kepada kaum perempuan di sekitar hutan konsesi.
Saniah menekankan, tagline IFCC “Doing good doing no harm is no longer good enough”. Kata “good” antara lain berarti perempuan harus berperan signifikan dalam mewujudkan hutan lestari. Di level konsumen, kata dia, peran perempuan dalam mengatur konsumsi keluarga yang sangat vital dan menjadi penentu, dengan memilih hanya produk yang memiliki label lestari.
“Saat ini sudah ada 73 perusahaan dengan luas 4 juta hektar yang bersertifikat IFCC/PEFC. Ini ditambah 38 industri hasil hutan,” kata Saniah dalam diskusi online tentang ‘Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Lestari di Tengah Pandemi Covid, Kamis (16/7).
.
Ketua Umum Srikandi Hutan Lestari (SHL) Jana Sjamsiah mengatakan, pada September 2015 negara-negara di dunia menyepakati Sustainable Development Goals atau SDGs. SDGs meliputi 17 tujuan pembangunan, salah satunya adalah tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender.
"SHL aktif memperjuangkan kesetaraan gender di sektor kehutanan, industri pengolahan hasil hutan, masyarakat sekitar hutan dan konsumen hasil hutan,” kata Jana.
Karena itu, kata Jana, diskusi yang diselenggarakan tersebut, bertujuan menyadarkan semua pihak bahwa perempuan berperan sentral dalam pelaksanaan hutan lestari, mulai dari pengambilan kebijakan, sertifikasi produk hutan lestari hingga advokasi konsumen.
Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan DIrektorat Jenderal Planologi Kehutanan dan tata Lingkungan, R.A Belinda Arunarwati Margono PhD, mengatakan saat ini peran perempuan di kehutanan masih menghadapi banyak kendala. Hal ini karena kehutanan dipandang sebagai dunia laki-laki yang membutuhkan kekuatan fisik. Selain itu pengakuan atas atas kontribusi nyata perempuan dalam aspek ekonomi dan ekologi masih kurang. "Karena itu, paradigma di masyarakat masih mengarah pada pemberdayaan perempuan,” ungkapnya.
Padahal sektor kehutanan saat ini, kata dia, justru banyak diwarnai kepemimpinan perempuan. Menteri LHK adalah seorang pemimpin perempuan, dan jajaran eselon-nya banyak diisi perempuan. "Mereka berperan sentral dalam proses pengambilan keputusan, negosiasi internasional, kegiatan tehnis kehutanan, dan ujung tombak pengelolaan di tingkat tapak,” kata Belinda.
Deputy Director Sustainability & Stakeholder Engagement, APP-Sinarmas, Librian Angraeni mengatakan, semua perusahaan HTI dan pabrik pengolahan dalam grup APP-Sinar Mas sudah mendapatkan sertifikat lestari dari IFCC/PEFC. Sertifikat ini adalah sertifikat berkelas dunia. APP berkomitmen terus melakukan pengelolaan hutan lestari.
Berdasarkan pengalaman APP, kata Librian, perempuan berperan sentral, dalam pengembangan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar konsesi hutan. Ini merupakan elemen penting dalam upaya konservasi hutan alam, dimana kunci utamanya adalah menyelaraskan antara peningkatan perekonomian dengan menjaga kelestarian hutan. APP bekerjasama dengan berbagai mitra untuk melakuan pemberdayaan perempuan di sekitar hutan dan pabrik APP.
“Produk-produk yang dihasilkan perempuan mitra APP terbukti laku terjual di pasar lokal dan nasional. Termasuk berkontribusi cukup signifikan dalam melewati masa pandemi ini,” kata Librarian.
.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum IFCC Dradjad Wibowo yang juga ekonom senior mengatakan, banyak pemimpin perempuan yang berperan sentral dan berhasil dalam urusan kelestarian dan kesehatan seperti pandemi COVID-19. Dikatakannya, perempuan pemimpin perusahaan HTI berhasil mengelola hutan secara lestari sesuai standar dunia. Ekspor Pulp dan Paper pun meningkat karenanya.
Menteri LHK Siti Nurbaya dan jajarannya, kata Dradjad, juga berhasil menerapkan pengelolaan hutan lestari. Karena itu, Dradjad mendorong wanita memimpin kampanye konsumsi terhadap produk hutan lestari. "Karena, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 55-60% PDB,” ungkap Dradjad.
Saat ini, lanjut Dradjad, sudah banyak kertas dan tissue yang bersertifikat lestari kelas dunia dari IFCC/PEFC. Produk itu seperti tissue wajah, tissue bayi hingga tissue toilet.