REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemprov DKI Jakarta resmi meniadakan surat izin keluar masuk (SIKM) sebagai syarat dari dan ke wilayah Jakarta bagi warga Jakarta dan luar Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) karena kurang efektif.
"Kendati telah mampu menekan pergerakan orang yang keluar-masuk Jakarta, Pemprov DKI Jakarta resmi meniadakan SIKM dengan berbagai pertimbangan," Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/7).
Ia mengatakan SIKM sebagai alat pembatasan pergerakan orang sejatinya sangat efektif jika pengawasan dan pengendaliannya benar-benar dilakukan melalui partisipasi aktif semua pihak, baik Pemprov DKI Jakarta, Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah lainnya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, ujar Syafrin, maka Pergub Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kegiatan Bepergian di Provinsi DKI Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19 yang mengatur pelaksanaan SIKM, resmi dicabut dan SIKM ditiadakan.
Pertimbangan pertama, Syafrin menjelaskan pada masa PSBB, penerapan SIKM sangat membantu dalam mengendalikan penularan COVID-19 karena mampu membatasi orang keluar-masuk Jakarta. Mereka yang bisa mengajukan SIKM hanya pemohon dari 11 Sektor yang diizinkan dapat beroperasi selama masa PSBB.
"Pada periode Mei sampai dengan Juni 2020, pelaksanaan SIKM sangat efektif karena bersamaan dengan program larangan mudik oleh Pemerintah Pusat yang melibatkan seluruh unsur Pemerintah Pusat, TNI/POLRI dan Pemerintah Daerah," ujarnya.
Namun, pada masa PSBB transisi dan sejak larangan mudik dicabut oleh pemerintah pusat, maka efektivitas SIKM menurun. Hal ini sejalan dengan terbatasnya pemeriksaan SIKM oleh Pemprov DKI Jakarta, yaitu hanya pada simpul-simpul transportasi (terminal,stasiun dan bandara) serta di beberapa ruas jalan saja.
"Akibatnya, penumpang angkutan umum menurun drastis dan terjadi pelanggaran seperti banyak angkutan umum AKAP yang menurunkan penumpang di wilayah Bodetabek. Di sisi lain, warga yang masuk dengan kendaraan pribadi, bebas masuk Jakarta tanpa SIKM melalui jalan-jalan akses yang tidak diawasi," terang Syafrin.
Selain itu, ujar Syafrin, berdasarkan data kesadaran warga dalam mengurus SIKM juga menurun dan jika menilik pada data tren akses, sejak dibuka pada Jumat 15 Mei 2020 sampai dengan Rabu 24 Juni 2020 terdapat total 1.238.832 pengguna yang berhasil mengakses perizinan SIKM dari laman web https://corona.jakarta.go.id/id/izin-keluar-masuk-jakarta dan tercatat 147.677 permohonan SIKM yang diterima.
Dari jumlah tersebut, hanya 47,5 persen atau 69.737 permohonan SIKM yang dinyatakan memenuhi persyaratan sehingga SIKM diterbitkan secara elektronik, sedangkan 52,5 persen sisanya atau 77.154 permohonan SIKM dinyatakan ditolak/tidak disetujui karena tidak memenuhi persyaratan.
"Pada saat PSBBmasa transisi, hal tersebut mengalami tren penurunan akses. Pada 10 Juli 2020, jumlahnya hanya 36.660 akses dan semakin turun hingga pertengahan Juli 2020, karenanya Pergub 60 tersebut, kami cabut," tuturnya.
Untuk diketahui, sejak diberlakukan sampai hari terakhir ditiadakan, total ada sebanyak 1.447.042 pengguna berhasil mengakses perizinan SIKM. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta mencatat ada sebanyak 194.913 permohonan SIKM yang diterima, dengan rincian 105.795 SIKM telah diterbitkan secara elektronik dan 89.118 permohonan SIKM dinyatakan ditolak/tidak disetujui.
Diganti CLM
Seiring dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta meniadakan SIKMyang telah diberlakukan seiring dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), diganti hanya dengan penilaian diri (self assessment).
Penilaian diri tersebut, dilakukan lewat pengisian data pada platform "Corona Likelihood Metric" (CLM) dalam aplikasi Jakarta Kini (Jaki) di telepon seluler.
CLM merupakan aplikasi layanan untuk penilaian mandiri yang memakai model mesin dalam mengukur kemungkinan seseorang positif COVID-19.
Nantinya pemohon akan diminta untuk mengisi identitas diri dari nomor induk kependudukan (NIK), nama lengkap, alamat rumah dan nomor telepon. Setelah itu, pemohon akan mendapatkan beberapa pertanyaan soal aktivitasnya beberapa hari lalu seperti pernah/tidak kontak dengan pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19, riwayat perjalanan, riwayat kesehatan dan sebagainya.
Setelah pertanyaan itu diisi, mesin akan menjawabnya dengan memberi skor kepada yang bersangkutan. Skor tersebut akan mengindikasikan apakah yang bersangkutan tersebut aman atau tidak saat melakukan perjalanan.
Jika aman yang bersangkutan akan langsung mendapat rekomendasi aman melakukan perjalanan. Tapi jika tidak, sistem akan merekomendasikan yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan.