REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sejumlah pihak mengkritisi wacana sanksi denda untuk warga tak menggunakan masker yang dilontarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar). Sanksi denda dinilai memberatkan masyarakat dan tak efektif.
Wakil Gubernur (Wagub) Jabar Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, pemberlakuan sanksi denda kepada warga yang tak mengenakan masker dilakukan agar semua pihak tetap menerapkan protokol kesehatan. Apalagi, saat ini kasus Covid-19 secara nasional terus mengalami peningkatan.
"Sekarang masih terus kita bahas wacana itu yang rencana dilaksanakan 27 Juli," kata dia di Kota Tasikmalaya, Ahad (19/7).
Uu meminta sejumlah pihak tak dulu pesimistis terkait wacana sanksi denda itu. Ia menilai, sanksi itu akan efektif meningkatkan ketertiban masyarakat untuk mengenakan masker.
Sebelumnya, wacana itu dilontarkan oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Menurut Emil --sapaan Ridwan Kamil, terhitung mulai 27 Juli 2020, pihaknya akan melakukan pendisplinan pada semua warga Jabar. Karena, menurutnya berbagai tahapan sudah dilalui seperti tahapan edukasi dan teguran sudah dilakukan. "Jadi, tahap pendisplinan sudah bisa masuk. Yakni dengan denda nilainya Rp 100 ribu sampai 150 ribu untuk warga yang tak pakai masker di tempat umum," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Muhammad Yusuf meminta Pemprov Jabar meninjau ulang rencana memberlakukan sanksi denda kepada warga yang tak memakai masker. Ia menilai, sanksi denda akan menimbulkan persoalan sosial lainnya.
Menurut dia, selama ini warga yang kedapatan tak mengenakan masker selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun adaptasi kebiasaan baru (AKB) sudah banyak yang dikenai sanksi sosial. Sanksi itu berupa membersihkan fasilitas umum, push up, dan lain sebagainya.
"Kalau denda nanti jadi persoalan sosial di masyarakat. Misalnya tukang becak lupa tak pakai masker, masa harus didenda 100 ribu? Buat dapat uang 3.000 saja mereka sudah kesusahan," kata dia, Kamis (16/7).