REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Sebagian besar warga Jepang menentang rencana pemerintah untuk melakukan kampanye pariwisata dan membuka tempat-tempat wisata domestik. Menurut survei dari sebuah surat kabar yang diterbitkan pada Senin (20/7), mayoritas warga Jepang masih khawatir dengan pandemi virus corona.
Sebuah survei melalui telepon yang dilakukan oleh surat kabar Asahi menemukan, 74 persen responden menentang kampanye pariwisata. Sementara, survei yang dilakukan oleh harian bisnis Nikkei menemukan, sekitar 80 persen responden mengatakan, pemerintah terlalu dini meluncurkan program kampanye pariwisata.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe akan meluncurkan kampanye pariwisata yang bertajuk "Go To". Kampanye ini menggunakan dana pemerintah senilai 16 miliar dolar AS dan dimulai pada Rabu (22/7) mendatang. Mayoritas warga Jepang menolak kampanye pariwisata ini karena dapat menyebarkan virus ke wilayah pedesaan, dengan sistem kesehatan yang masih buruk.
Di bawah kampanye "Go To", para wisatawan bisa mendapatkan subsidi sebesar 50 persen. Subsidi ini diberikan untuk mendorong perekonomian daerah yang bergantung pada pariwisata. Kampanye tersebut tidak berlaku bagi ibu kota Tokyo. Karena jumlah kasus infeksi virus corona di Tokyo telah meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
NHK melaporkan, lebih dari 500 kasus baru dilaporkan pada Ahad (19/7), di mana 188 kasus terdeteksi di Tokyo. Pemerintahan Abe telah menyerukan untuk mengakhiri status darurat sejak akhir Mei. Tokyo telah meningkatkan peringatan virus corona ke level tertinggi setelah ditemukan serangkaian kasus baru.