REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Calon Wali Kota Solo yang sudah resmi diusung PDIP dan sejumlah parpol koalisi, Gibran Rakabuming, disarankan untuk baiknya tak menganggap enteng calon kotak kosong. Selain karena adanya pengalaman kasus kotak kosong yang bisa dikalahkan, juga adanya potensi munculnya sentimen negatif publik terhadap Gibran.
Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA, Toto Izul Fatah, mengatakan, ada kemungkinan Pilkada Kota Solo hanya ada calon tunggal. Artinya Gibran akan melawan kotak kosong. "Hal itu terkait dengan pilihan mayoritas parpol yang resmi mengusung Gibran Rakabuming,” kata Toto dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (20/7).
Menurut Direktur Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, belajar dari kasus Pilkada Kota Makassar pada 2018 lalu, pasangan Munafri Arifudin (Appi) – Andi Rahmatika Dewi (Cicu) harus mengakui kekalahannya melawan kotak kosong. “Ini pelajaran penting yang harus diambil Gibran. Jangan anggap enteng kotak kosong,” kata Toto
Apalagi, lanjut dia, kontestasi politik lima tahunan kali ini digelar di masa wabah pandemi Covid-19 dengan segala efek social, politik, dan ekonominya. Dalam kondisi dan situasi abnormal seperti itu, berbagai kemungkinan sangat mungkin terjadi. Termasuk munculnya kejutan politik yang tak diduga-duga.
Toto menganalisis, setidaknya ada tiga hal yang potensial rawan terjadi pada pelaksanaan Pilkada 2020 kali ini, khususnya di Kota Solo. Pertama, potensi kemungkinan rendahnya tingkat partisipasi pemilih. Hal ini bisa menimbulkan para pemilih Gibran yang merasa yakin akan menang, mayoritas tidak datang ke TPS. Sehingga, perlu ada program khusus yang bisa memaksimalkan orang datang ke TPS.
Kedua, ada potensi menguatnya kekecewaan publik, khususnya dari kalangan //grassroot terhadap gagalnya salah satu kandidat kuat dari PDIP, Purnomo, yang diminta mundur untuk memuluskan Gibran. Kasus ini sangat potensial memunculkan citra dzolim kepada Gibran, dan citra terdzolimi kepada Purnomo. Kecuali, Purnomo dengan tegas dan bersikap bijak menerima keputusan ini dengan menyatakan bersedia menjadi, misalnya, ketua Tim Sukses Gibran.
Ketiga, lanjut Totot, terkait dengan mengganas dan meluasnya Wabah Covid-19 yang sangat rawan dipolitisir menjadi kekecewaan publik terhadap pemerintah pusat, yang nota bene dipimpin Jokowi. Apalagi, wabah ini sudah berefek liar dan luas ke bidang lain, khususnya ekonomi.
“Bukan mustahil, pada saatnya nanti, kekecewaan publik terhadap Presiden Jokowi sebagai kepala pemerintahan pusat akan ditumpahkan dalam bentuk, bisa dengan cara tidak datang ke TPS, atau datang ke TPS tapi memilihnya kotak kosong. Apalagi, jika penanganan Covid-19 ini tidak makin membaik sampai Desember,” jelasnya.
Dalam kontek inilah, Toto menyarankan perlunya strategi khusus yang dikemas dengan elegan agar langkah-langkah yang diambil Gibran tidak kontra produktif. Termasuk, mengemas personal figurnya agar lebih cair, lentur dan alami. Sehingga, terbentuk image yang kuat sebagai sosok yang peduli dan merakyat seperti ayahnya, Jokowi.