REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Cina telah mengevakuasi ribuan penduduk setelah tanah longsor memblokir sungai dan menciptakan kolam yang mengancam merendam desa-desa di Provinsi Hubei, Selasa (21/7). Curah hujan yang sangat lebat telah menjadi ancaman di beberapa wilayah selama beberapa hari terakhir.
Kantor berita Xinhua menyatakan, laporan otoritas pengendali banjir menyatakan tanah longsor terjadi pada Selasa. Kondisi ini membuat 1,5 juta meter kubik tanah jatuh ke anak sungai Yangtze dekat kota Enshi.
Biro cuaca negara bagian China mengatakan, negara itu dilanda hujan deras putaran baru minggu ini. Ini semakin meningkatkan risiko banjir di seluruh negeri. Peringatan status merah telah diumumkan di provinsi Anhui dan Jiangxi, yang dibagi dua oleh Yangtze.
Kementerian Sumber Daya Air China juga memperingatkan tingkat air di Yangtze dan danau yang bersebelahan akan terus meningkat. Pemerintah terus mengawasi ketinggian air di Bendungan Tiga Ngarai, yang telah menyimpan sejumlah besar air untuk mengurangi risiko banjir di hilir dan sekarang 16 meter lebih tinggi dari tingkat peringatan resminya.
Bendungan raksasa China, yang dirancang untuk menahan banjir dan menghasilkan listrik, telah mendapat sorotan tajam dalam beberapa pekan terakhir. Sementara para pejabat telah membicarakan langkah dalam mengurangi puncak banjir, para kritikus mengatakan, pemerintah tidak hanya gagal melindungi terhadap cuaca ekstrem tetapi juga pada akhirnya mengurangi kapasitas penyimpanan air.
Profesor di Hobart dan William Smith Colleges yang berspesialisasi dalam masalah air di China, Darrin Magee, mengatakan, bendungan menghalangi aliran sedimen dan mengurangi kemampuan dataran hilir dan lahan basah untuk menyerap air banjir. Kebutuhan untuk menghasilkan daya juga dapat merusak upaya pengendalian banjir.
"Pengendalian banjir membutuhkan penahan air, dan produksi listrik membutuhkan pembebasan," ujar Magee.