Kamis 23 Jul 2020 20:23 WIB

Integrasi Arab Muslim dan Entitas Lokal Amerika Serikat

Arab Muslim dituntut mampu berintegrasi sosial dengan entitas lokal Amerika Serikat.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nashih Nashrullah
Arab Muslim dituntut mampu berintegrasi sosial dengan entitas lokal Amerika Serikat. Bendera Amerika.
Foto: EPA
Arab Muslim dituntut mampu berintegrasi sosial dengan entitas lokal Amerika Serikat. Bendera Amerika.

REPUBLIKA.CO.ID, MINNEAPOLIS – Wanita Muslim Amerika Serikat (AS) keturunan Palestina dari Minneapolis, Majdi Wadi, menghadapi masalah dalam perusahaannya. Ia merupakan CEO dari merek HolyLand, sebuah toko kelontong, restoran, dan pabrik hummus milik keluarga.

Dilansir dari laman National Public Radio (NPR) Kamis (23/7), baru-baru ini bisnis Wadi mendapat perhatian, dan sekarang telah mengancam keberadaan usahanya. 

Baca Juga

Hal ini terjadi setelah polisi di Minneapolis membunuh George Floyd dan protes terjadi, kemudian muncul unggahan di media sosial yang anti-Hitam, anti-Semit dan anti-gay dari putri Wadi, Lianne Wadi dari 2012 dan 2016. 

Kemudian Wadi pun memecat putrinya dari posisinya sebagai direktur katering perusahaan. HolyLand kehilangan kontrak menguntungkan yang mengakibatkan pemutusan hUbungan kerja (PHK), dan penutupan pabrik. Mereka juga telah diusir dari satu lokasi, dan menjadi target kampanye boikot.

Sekarang, Majdi Wadi berjuang untuk menyelamatkan reputasi, dan bisnis keluarganya. Dia mengungkapkan keinginannya untuk menebus kesalahan. 

Untuk melakukan itu, dia memanggil seorang pemimpin Muslim Kulit Hitam di Minneapolis, Imam Makram El-Amin dari Masjid An-Nur. El Amin memimpin inisiatif keadilan rasial di komunitasnya selama beberapa dekade.  

Wadi mengatakan, bahwa dia ingin belajar apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya untuk maju. Namun masih adakah jalan untuk menebus bisnis keluarganya begitu kerusakan semacam itu terjadi. 

NPR berbicara terkait kontroversi dengan Wadi dan El-Amin. Dan untuk mendapatkan lebih banyak konteks bagi dinamika antara Muslim Arab dan Muslim Hitam, NPR memanggil seorang warga Palestina-Amerika, pengurus komunitas Muslim bernama Rami Nashashibi. 

Nashashibi mengelola Inner City Muslim Action Network (IMAN) di Chicago. Dia telah bekerja selama bertahun-tahun dengan pemilik 'corner store' khususnya imigran Muslim Arab agar lebih terintegrasi ke dalam lingkungan kulit hitam, tempat mereka menjalankan bisnis, dan memperlakukan pelanggan kulit hitam dengan hormat. Sekarang, dia membantu Wadi dan El-Amin memimpin jalan ke depan. 

"Saya sudah tahu selama bertahun-tahun bahwa pekerjaan saya dan pekerjaan El-Amin di komunitas kami selaras dengan banyak cara. Kami memiliki banyak pengaruh, pengalaman, dan pendekatan yang sama di mana identitas spiritual kami adalah bagian dari aktivisme komunitas kami. Dan jadi kita sudah saling kenal," kata Nashashibi. 

Terkait dengan kematian Floyd, terdapat cerita yang berkaitan dengan toko-toko Arab sebagai titik pembicaraan nasional. Kemudian El-Amin memberi tahu Nashashibi, bahwa ada situasi lain yang berkembang di Minneapolis, yang bahkan lebih rumit dan berantakan. Dan saat itulah El-Amin mulai berbicara kepada Nashashini tentang situasi dengan Majdi. 

Dia mengungkapkan, komunitas yang datang dari seluruh dunia dengan  cepat mulai belajar satu pelajaran penting di Amerika, yakni kedekatan dengan kulit putih merupakan sesuatu hal yang dibutuhkan untuk sukses, dan bertahan hidup. 

Nashashibi menyarankan kepada Majdi bahwa sentimen-sentimen itu mengarah kepada tweet dari putrinya. Dia mempertanyakan pembelajaran anak perempuannya perihal sejarah Afrika-Amerika, dan bagaimana dengan mandat yang dijalankan terkait hal ini, pada kenyataannya hampir tidak ada yang dilakukan. 

"(Untuk mengubahnya) Beberapa langkah itu cukup sederhana. Bagaimana Anda berbicara dengan penduduk dengan cara yang mengangkat mereka dan merayakan mereka ketika mereka datang ke toko Anda? Apakah Anda berkontribusi pada perasaan bahwa mereka sedang diamati dan diawasi? Apakah warga kulit hitam berjalan ke bisnis di mana mereka merasa bermartabat, atau mereka berjalan ke sesuatu yang terlihat seperti perpanjangan kompleks industri penjara," ucapnya.

"Jadi kami telah melakukan itu selama beberapa tahun. Dan banyak pemilik toko yang berasal dari latar belakang Palestina dapat memiliki percakapan yang sangat jujur tentang pengalaman penindasan mereka sendiri, dan berpikir tentang serangkaian praktik mereka melalui filter pengalaman mereka sebagai warga Palestina. Kami mampu menghasilkan identifikasi yang signifikan, tidak hanya dengan komunitas Afrika-Amerika yang lebih besar, tetapi serangkaian percakapan yang jujur tentang praktik rasis dan seperti apa bentuknya," lanjut Nashashibi.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement