Jumat 24 Jul 2020 08:33 WIB

Penyerapan Program PEN, Kunci Indonesia Keluar dari Resesi

Implikasi dari resesi akan berdampak terhadap ekonomi Indonesia secara jangka panjang

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Resesi ekonomi.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Resesi ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebutkan, pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menjadi kunci keberhasilan Indonesia keluar dari jurang resesi. Apabila tidak berjalan efektif, Indonesia sulit keluar dari jebakan resesi.

Eko mengatakan, implikasi dari resesi akan berdampak terhadap situasi ekonomi Indonesia secara jangka panjang. Bahkan, dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk kembali ke situasi yang membaik. "Harus benar-benar ada recovery. Kalau nggak, ya bisa worst case," katanya dalam acara webinar Kajian Tengah Tahun Indef, Kamis (23/7).

Salah satu prioritas yang harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang pada Juni berada pada level 83,8. Meski membaik dibandingkan Mei yang sebesar 77,8, nilainya masih lebih rendah dibandingkan Maret atau sebelum PSBB diberlakukan, yakni 113,8.

Indeks yang disebutkan Eko masih rendah tersebut menunjukkan, konsumen masih belum yakin untuk belanja, bepergian ataupun melakukan aktivitas konsumsi lain. "Cara dorongnya harus kuat dari fiskal, PEN harus efektif," tuturnya.

Eko menjelaskan, resesi merupakan hal yang sulit dielak Indonesia pada tahun ini. Kuartal kedua sudah hampir dipastikan mengalami kontraksi seiring kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Indef sendiri memprediksikan, pertumbuhan ekonomi pada periode April sampai Juni tumbuh negatif 3,26 persen hingga 3,88 persen.

Realisasinya kembali lagi tergantung pada penyerapan anggaran PEN. Apabila kurang dari 30 persen, Eko meyakini, dampaknya ke perlambatan ekonomi akan sangat besar.

Sementara itu, aktivitas ekonomi tetap terasa lambat pada kuartal ketiga meskipun pemerintah telah melonggarkan pembatasan. Eko memproyeksikan, ekonomi akan tumbuh minus 1,3 persen pada periode Juli sampai September.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyebutkan, ancaman resesi sudah di depan mata meskipun pemerintah sudah memberlakukan kebijakan new normal sejak Juni. Apabila benar terjadi, ini akan menjadi resesi ekonomi pertama sejak 1998.

"Walau saat ini memang belum masuk resesi, tapi kita perkirakan kontraksi ekonomi terjadi pada kuartal kedua dan ketiga," kata Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal dalam diskusi online bertajuk CORE Mid Year Review, Selasa (21/7).

Faisal mengatakan, kondisi tersebut sangat dimengerti mengingat pertambahan jumlah kasus di Indonesia yang terus meningkat. Tren ini terus terjadi bahkan sejak New Normal diterapkan pada bulan lalu.

Secara keseluruhan, Faisal menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 akan mengalami kontraksi 1,5 persen hingga tiga persen. Skenarionya masih sangat tergantung pada penanganan pandemi Covid-19 dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement