REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arief Rosyid, Ketua Pemuda DMI, Wasekjen HIPMI
Krisis adalah momentum membuat perubahan. Di satu sisi, krisis dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan. Di sisi lain, krisis dapat membuka pintu-pintu kesempatan bagi suatu negara untuk berbenah dan maju.
Pertanyaannya bagi kita saat ini, bagaimana Indonesia menggunakan momentum pandemi ini untuk berubah ke arah lebih baik? Terlebih, masih banyak pihak lebih senang berada di zona nyamannya sembari mempertahankan status quo.
Padahal, inilah momentum membenahi berbagai hal dan sektor penting, khususnya kesehatan dan ekonomi. Berdasarkan data dari https:covid19.go.id, per 27 Juli 2020, Covid-19 telah meluas di hampir seluruh negara, 216 negara tepatnya.
Mereka yang terkonfirmasi positif lebih dari 15 juta orang dan merenggut lebih dari 640 ribu jiwa. Di Indonesia, korban hampir mencapai 100 ribu orang dan yang meninggal 4.781 orang.
Banyak pihak mengatakan, pandemi ini akan merusak ekonomi dunia lebih buruk daripada yang diperkirakan. Sebagai gambaran, IMF dan Bank Dunia dalam laporan ter barunya memprediksi, output ekonomi dunia tahun ini akan menyusut hampir lima persen atau hampir dua persen lebih buruk dari perkiraan yang dirilis pada April lalu.
Dengan penurunan ini, dunia bakal kehilangan output ekonomi 12 triliun dolar AS dalam dua tahun ini. OECD bahkan meramalkan, perlambatan ekonomi dunia yang lebih pesimistis, yakni sebesar 7,6 persen.
Walaupun berbeda secara besaran, ketiga lembaga dunia ini sepakat, ekonomi dunia akan mengalami resesi selama pandemi. Dalam konteks Indonesia, Menkeu Sri Mul yani menyatakan, pandemi Covid-19 setidaknya memberi tiga dampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
Pertama, membuat daya beli rumah tangga/ konsumen jatuh karena banyak pekerja dirumahkan, bahkan di-PHK karena pandemi. Ketua Umum Kadin, Rosan Roeslani menyebutkan, pekerja industri atau perusahaan yang dirumahkan dan terkena PHK 6,4 juta orang.
Secara sederhana, tentu peningkatan pengangguran ini berdampak langsung terha dap bertambahnya angka kemiskinan, memperlebar kesenjangan, dan memukul daya beli. Kedua, menimbulkan ketidakpastian yang berujung melemahnya, investasi dan perdagangan.
Namun, data terbaru Kementerian Perdagangan dan BPS menunjukkan, realisasi neraca perdagangan Indonesia pada semester I 2020 masih surplus secara kumulatif 5,5 miliar dolar AS, termasuk ke mitra dagang utama, seperti AS, Belanda, dan India. Ini memberi angin segar bagi perekonomian Indonesia, khususnya BUMN agar me lihat peluang di tengah impitan pandemi. Namun, di balik semua kesulitan saat ini, banyak hikmah yang dapat menjadi momentum perbaikan untuk umat dan bangsa kita.
Sejak awal bertugas sebagai relawan di ba wah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, penulis menyaksikan sendiri, bagaimana Indonesia memiliki berbagai syarat untuk bangkit dan menjadi lebih baik.