Ahad 09 Aug 2020 17:58 WIB

‘Boboy’ dan ‘Samson’ Segera Direhabilitasi di IAR Indonesia

Orangutan itu telah menjalani uji bebas TB serta bebas rabies.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Seekor orangutan akan ditranslokasi ke tempat rehabilitasi.
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Seekor orangutan akan ditranslokasi ke tempat rehabilitasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -— Dua ekor orangutan (Pongo pygmaeus) yang menjalani pemeriksaan kesehatan oleh Balai Karantina Pertanian Semarang dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah dinyatakan bebas dari potensi penyakit menular satwa.

Kedua orangutan jantan, Boboy dan Samson tersebut, sebelumnya telah menjalani uji tuberculin guna mengetahui kemungkinan terinfeksi kuman Mycobacterum tuberkulosis serta uji enzyme–linked immunosorbent (ELISA) guna memastikan bebas dari penyakit rabies.

“Pukul Kamis (6/8) lalu, kedua ekor orangutan tersebut telah dikapalkan ke Kalimantan untuk dibawa menuju pusat rehabilitasi satwa liar International Animal Rescue (IAR) Indonesia di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat,” kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas IA Semarang, Parlin Robert Sitanggang, di Semarang.

Ia mengatakan, kegiatan translokasi (pemindahan) satwa liar ini merupakan kerja sama antara BKSDA Provinsi Jawa Tengah, Balai Karantina Pertanian Kelas 1A Semarang, serta BKSDA Provinsi Kalimantan Barat.

Sedangkan proses pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Balai Karantina Semarang bersama BKSDA Provinsi Jawa Tengah merupakan langkah awal untuk menyelamatkan kedua satwa liar yang dilindungi tersebut.

Pemeriksaan dilakukan guna memastikan kedua orangutan itu benar-benar aman dan tidak membawa potensi penyakit menular saat menjalani masa observasi dan rehabilitasi di pusat konservasi satwa liar. Sebelum nantinya dilepasliarkan di habitat aslinya.

Ia juga mengungkapkan, selama berada di pusat konservasi IAR Indonesia di Ketapang, orangutan tersebut akan menjalani masa isolasi serta rehabilitasi selama dua bulan terlebih dahulu guna mengembalikan habituasi satwa liar tersebut.

“Kalau memang selama rehabilitasi dan habituasi orangutan ini berinteraksi bagus, secara wild life (kehidupan liar) bagus dan secara kesejahteraan hewannya bagus, baru nanti akan dilepasliarkan di hutan konservasi untuk kembali ke habitat aslinya,” tegas Parlin.

Kedua ekor orangutan ini, lanjutnya, sebelumnya diserahkan oleh pemelihara sebelumnya kepada BKSDA. Penyerahan kedua ekor orangutan ini sebenarnya merupakan bentuk kepedulian pemelihara kepada BKSDA.

Karena orangutan itu sebelumnya dipelihara oleh masyarakat biasa dan dipelihara di konservasi yang tidak memiliki izin konservasi, karena merupakan satwa yang dilindungi. “Ini baru kali pertama ada masyarakat yang menyerahkan kepada BKSDA Provinsi Jawa Tengah,” tambahnya.

Ia juga mengimbau, jika di Jawa Tengah masih ada yang memelihara orangutan atau jenis satwa liar lainnya yang dilindungi agar menyerahkan kepada BKSDA. “Sebab tidak sembarang orang bisa memelihara demi kelestarian satwa liar tersebut,” kata dia.

Sebelumnya, petugas Petugas Karantina Pertanian Semarang, Samiyono, yang mendampingi proses pemeriksaan kesehatan kedua ekor orangutan tersebut bersama tim BKSDA Provinsi Jawa Tengah mengungkapkan, orangutan itu telah menjalani uji bebas TB serta bebas rabies.

Menurutnya, ada beberapa pertimbangan satwa liar tersebut harus dikembalikan lagi ke habitat aslinya. Salah satunya adalah  faktor usia seperti Boboy. Sebab pada level usia itu orangutan sangat rentan terserang penyakit seperti manusia.

Bahkan beberapa penyakit infeksi yang ada pada manusia juga rentan menular kepada orang utan. Oleh itu penyakit merupakan salah satu ancaman yang paling besar terhadap kelangsungan hidup orangutan.

“Sehingga interaksi antara manusia dengan satwa liar tersebut harus dikurangi dengan mengembalikannya ke habitat hidup aslinya,” jelasnya.

Sebelum siap dilepasliarkan, lanjutnya, maka orangutan tersebut nantinya juga akan menjalani proses rehabilitasi dan habituasi. Dalam proses rehabilitasi, orangutan akan dilatih agar menjadi liar kembali untuk siap bertahan hidup di kawasan alam bebas.

Sebab selama bertahun-tahun satwa liar tersebut terlindung dari bahaya kelaparan dan ancaman binatang buas ataupun manusia. Satwa liar yang terbiasa dikandang juga akan kehilangan kemampuan dan insting satwaanya.

Satwa liar yang telah terbiasa kontak dengan manusia tidak akan memiliki rasa takut terhadap manusia. Sehingga saat harus hidup dan berada di alam bebas, satwa tersebut juga rentan terhadap aksi pemburuan liar.

Selain itu jiwa alamihnya juga telah hilang. Contohnya untuk bisa makan, mereka terbiasa menunggu diberikan dan juga tidak berupaya mencari sendiri, “Oleh karenanya rehabilitasi sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup orangutan tersebut,” tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement