Sabtu 15 Aug 2020 20:16 WIB

Industri Hasil Tembakau Butuh Peta Jalan

IHT merupakan industri strategis namun kerap dihadapkan polemik berkepanjangan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Budi Raharjo
Petani mengeringkan tembakau di Kampung Tembakau, Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/RAISAN AL FARISI
Petani mengeringkan tembakau di Kampung Tembakau, Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah disarankan membuat peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau (IHT). Peta jalan dinilai penting agar industri IHT memiliki arah yang lebih jelas dan memiliki kepastian terkait regulasi.

Dosen Hukum Bisnis Universitas Jember Fendi Setyawan mengatakan, IHT merupakan industri strategis. Namun, IHT kerap dihadapkan pada polemik yang berkepanjangan. Besarnya potensi kontribusi cukai hasil tembakau (CHT) menyebabkan kebijakan cukai semakin eksesif.

Menurut dia, CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok. “Desain kebijakan cukai hampir setiap tahun berubah lewat instrumen Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian dan mengancam keberlangsungan IHT. Hal ini berdampak pada penurunan tenaga kerja di industri dari hulu hingga ke hilir. Belum lagi dampak juga akan terasa pada perekonomian daerah yang mengandalkan perkebunan tembakau dan industrinya,” kata Fendi dalam diskusi yang digelar secara virtual, Sabtu (15/8).

Fendi mengatakan, setidaknya lebih dari 300 regulasi di berbagai tingkatan dan dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintahan untuk mengatur industri hasil tembakau. Peraturan satu dan lainnya disebut dia saling tumpah tindih.

“Karena itu, harmonisasi dan kepastian regulasi penting untuk kelangsungan industri hasil tembakau dan memberikan arah yang lebih jelas bagi seluruh stakeholders industri hasil tembakau,” tegas Fendi.

Menurut Fendi, dengan eksesifnya kenaikan tarif cukai justru membuka peluang rokok ilegal semakin merebak, upaya pengendalian konsumsi justru tidak tercapai. Karenanya, hal terpenting adalah instrumen cukai IHT harus efektif mengendalikan konsumsi rokok.

Ia menyarankan pemerintah merumuskan strategi kebijakan penyusunan peta jalan industri hasil tembakau dan rencana strategis pertembakauan nasional yang berbasis kesejahteraan petani dan pasar global, baik sebagai potensi pariwisata warisan budaya, maupun diversifikasi produk hasil tembakau non rokok.

“Roadmap IHT harus komprehensif dengan mengedepankan kedaulatan dan kemandirian bangsa, agar mengharmonisasikan semua pemangku kepentingan. Sehingga, menjadi acuan bersama agar dipatuhi semua pihak demi menjaga kelangsungan IHT,” kata Fendi.

Aanggota komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, IHT merupakan salah satu industri strategis nasional yang mempunyai andil besar dalam perekonomian Indonesia.

Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia, tak terkecuali Indonesia, IHT juga terdampak secara ekonomi dan dampak lainnya. Kendati demikian, pemerintah masih menggantungkan IHT sebagai industri penopang penerimaan negara sampai saat ini.

“Penerimaan cukai merupakan kontributor ketiga terbesar dalam penerimaan dalam negeri, dimana 95 persen berasal dari cukai hasil tembakau,” kata Misbakhun.

Legislator Partai Golkar itu menambahkan, IHT memiliki rantai bisnis industri yang luas sehingga menciptakan efek pengganda yang besar. Antara lain, terbukanya lapangan kerja baru, baik langsung maupun tidak langsung, utamanya pekerja pada IHT Sigaret Kretek Tangan (SKT).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement