REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank BTPN Tbk menjaga agar penurunan laba bersih perseroan tidak terlalu dalam setelah kinerja bisnis bank terdampak pandemi pada semester I 2020. Bank BTPN mencatat laba bersih setelah pajak turun 10 persen dari tahun ke tahun menjadi Rp 1,12 triliun sepanjang Januari hingga Juni 2020.
Penurunan laba bersih tersebut terutama didorong oleh kenaikan biaya kredit sebesar 63 persen. "Kami bersyukur karena Bank BTPN dapat bertahan menghadapi tantangan di masa sulit ini dengan menjaga kualitas portfolio kredit sehingga dampak dari pandemi ini dapat diminimalisasi," kata Direktur Utama Bank BTPN Ongki Wanadjati Dana saat paparan publik secara virtual di Jakarta, Rabu (26/8).
Perseroan mencatat pertumbuhan kredit sebesar 5 persen secara tahun ke tahun (yoy) pada periode Januari-Juni 2020, di tengah badai pandemi Covid-19. Angka tersebut jauh lebih baik daripada pertumbuhan kredit di industri perbankan yang sebesar 1,49 persen secara tahun ke tahun pada akhir Juni 2020.
Bank BTPN menyalurkan pinjaman senilai Rp 150,5 triliun sampai dengan akhir Juni 2020, naik dari Rp 143,4 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan kredit Bank BTPN utamanya ditopang oleh segmen korporasi, yang menyediakan pembiayaan jangka panjang untuk proyek-proyek seperti ketahanan energi, ketahanan pangan, serta infrastruktur. Segmen korporasi juga telah menjadi bagian dari komitmen Bank BTPN dalam upayanya membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkesinambungan.
Bank BTPN juga membukukan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 4 persen dari Rp 97,9 triliun menjadi Rp 101,4 triliun pada 30 Juni 2020. Menurut Ongki, pertumbuhan DPK menunjukkan kepercayaan nasabah kepada Bank BTPN di tengah tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia yang menekan suku bunga deposito perbankan secara umum.
Dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23,09 persen, struktur modal Bank BTPN tetap solid. Angka tersebut juga di atas rata-rata rasio kecukupan modal industri perbankan sebesar 22,05 persen di periode yang sama.
Bank BTPN juga telah membantu nasabah bertahan di tengah pandemi dengan merestrukturisasi kredit senilai Rp 10,2 triliun, atau 6,7 persen dari total portfolio, sampai dengan akhir Juni 2020.
Rasio kredit bermasalah (non-perfoming loan/NPL) gross sedikit naik menjadi 1,12 persen pada akhir Juni 2020, dari 0,81 persen di periode yang sama tahun lalu. Meski mengalami kenaikan, rasio ini masih di bawah rata-rata industri sebesar 3,11 persen di periode yang sama.
Kondisi likuiditas bank yang tercermin pada indikator likuiditas (liquidity coverage ratio/ LCR) dan net stable funding ratio (NSFR) juga berada jauh di atas ketentuan regulator (100 persen), yaitu LCR tercatat 221,96 persen dan NSFR sebesar 116,56 persen pada akhir Juni 2020.
Bank BTPN juga terus mengembangkan Jenius sebagai platform untuk melayani segmen nasabah yang lebih luas. Bank BTPN mencatat ada 2,7 juta nasabah Jenius pada akhir Juni 2020, tumbuh 65 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
"Kondisi pandemi Covid-19 ini membuat kita semakin merasakan bahwa layanan perbankan digital sangat mendukung kehidupan kita sehari-hari. Hal itu membuat kami semakin meyakini platform ini akan terus dikembangkan untuk mendukung bisnis ritel Bank BTPN ke depannya," ujar Ongki.