REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data kependudukan berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) dinilai sebagai perangkat yang ampuh untuk memastikan kepesertaan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Penilaian ini disampaikan oleh Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari dalam sharing session Praktik Baik Pemanfaatan NIK Untuk Program Subsidi Pemerintah di Gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (26/8) lalu.
"NIK sebagai filter agar tidak ada kepesertaan yang dobel. Dengan NIK mencegah inclusion error, jangan sampai orang kaya ikut kepesertaan BPJS Kesehatan," kata Andayani dalam keterangan pers yang diterima Republika, Rabu (26/8).
Andayani menyebut 95 persen data PBI-JK sudah padan dengan NIK. Padahal tahun 2014, terdapat data kepesertaan sebanyak 84 juta yang tidak memiliki NIK. "Sehingga saat itu banyak yang tidak padan dengan database Dukcapil," ungkap Andayani.
Lebih lanjut, kata Andayani, pemanfaatan NIK mampu mencegah potensi korupsi dana BPJS Kesehatan. "Sebab, setiap ada pendaftaran kepesertaan baru, maka secara real-time online inquiry selalu diverifikasi dan divalidasi ke database Dukcapil," ujar Andayani.
Andayani berharap ke depan pemanfaatan NIK akan semakin baik. Setiap hari tak kurang 1,2 juta masyarakat mengakses layanan BPJS Kesehatan.
"Kami berencana akan memanfaatkan data biometrik Dukcapil yaitu sidik jari untuk mencegah penyalahgunaan kartu BPJS Kesehatan dimanfaatkan orang lain," ucap Andayani.