REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (Dirjen PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) tengah merehabilitasi 56 ribu hektare (ha) lahan kritis tahun ini. Luasnya menurun dibandingkan tahun 2019.
"Tahun 2019 kami mendapat alokasi 203 ribu ha. Tahun 2020 seluas 56 ribu ha, termasuk rehabilitasi hutan mangrove," kata Dirjen PDASHL Hudoyo kepada Republika.co.id, Rabu (2/9).
Hudoyo menjelaskan, lahan kritis yang direhabilitasi berada di kawasan hutan maupun non-hutan. Lahan kritis itu seperti area di lereng, area rentan erosi, dan lahan yang penutupannya berkurang.
Rehabilitasi pada area yang penutupannya berkurang tidak spesifik pada area bekas kebakaran. Sebab, terdapat sejumlah pihak yang bertanggung jawab merehabilitasi area bekas kebakaran.
Misalnya, lahan bekas kebakaran di area konsesi yang bertanggungjawab adalah pihak korporasi. "Lahan terbakar dalam konsesi (perusahaan) menjadi kewajiban pemegang izin," katanya.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total lahan terbakar di Indonesia sepanjang 2019 adalah 942.485 hektare (ha). Terjadi peningkatan jika dibandingkan luas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2017 (165.483 ha) dan 2018 (529.266 ha).
KLHK pada 2019, mengatakan, sebanyak 85 persen area yang terbakar berada di area yang dikelola atau akan dikelola untuk kepentingan bisnis perkebunan. Mengacu pada angka ini, berarti sekitar 800 ribu ha lahan terbakar berada di area konsesi perkebunan.
Manager Kampanye, Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu Perdana, menilai, pemerintah masih belum berhasil mendesak perusahaan pemegang konsesi melakukan rehabilitasi. Hal itu tampak dari pemantauan Walhi di kawasan gambut yang berada di area konsesi.
Padahal, lanjut dia, lahan bekas terbakar yang tidak direhabilitasi, sebanyak 70 persennya cenderung terbakar kembali. Hal ini diketahui dari pengambilan sampling oleh tim Walhi di tujuh provinsi yang dilanda kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada pertengahan 2019 lalu.
Tahun ini, ancaman Karhutla kembali mengintai. Setidaknya enam provinsi sudah berstatus siaga darurat. Riau (siaga darurat dari 11 Februari hingga 31 Oktober 2020), Sumatera Selatan (20 Mei- 31 Oktober 2020), Jambi (29 Juni-26 September 2020), Kalimantan Barat (2 Juli-30 November 2020). Lalu Kalimantan Tengah (1 Juli-28 September 2020) dan Kalimantan Selatan (1 Juli – 30 November 2020).
Pada Senin (31/8), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan 85 persen wilayah di Indonesia masih mengalami musim kemarau. Puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada Agustus 2020.