REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, petani tembakau di Indonesia membutuhkan dukungan teknis untuk bisa meningkatkan kemampuan teknologi dalam pengolahan tembakau.
Pingkan mengatakan, pengembangan teknologi bisa memberdayakan para petani untuk menanam tembakau yang bisa digunakan sebagai sumber energi yang dapat diperbarui. "Atau, untuk mengekstraksi nikotin untuk produk-produk rokok elektrik alih-alih untuk konvensional," kata Pingkan dalam Webinar CIPS, Selasa (8/9).
Menurut Pingkan, dukungan finansial untuk petani tembakau bisa didapatkan melalui berbagai upaya komprehensif. Di antaranya memperuntukkan proses perpajakan untuk membiayai program transisi tembakau di mana diperlukan.
Adapun di tingkat hilir, ia mengatakan, Kementerian Kesehatan semestinya lebih efektif dalam mengeksekusi tugas dan tanggung jawabnya untuk menyadarkan publik terhadap rokok. Khususnya kampanye untuk melawan penjualan rokok kepada konsumsi di bawah umur.
Di satu sisi, juga mengkaji dampak dari produk alternatif rokok, misalnya rokok elektrik yang kini mulai banyak dikonsumsi masyarakat. "Pemerintah harus mengkaji berbagai cara untuk mengurangi risiko terkait produk elektrik dan membatasi penggunaannya untuk konsumen dewasa," kata dia.
Peneliti Senior Peneliti Senior Center for Health Economics and Health Policy, Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, menyarankan agar pemerintah mengalokasikan 5-10 persen pendapatan cukai rokok untuk program pendampingan petani tembakau beralih profesi.
Menurutnya, kebijakan itu bisa selaras dengan keinginan pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok seperti yang dilakukan negara-negara di dunia. "Saya memohon, 10 persen atau 5 persen dari dana cukai rokok didedikasikan untuk itu," kata Hasbullah dalam Webinar Center for Indonesia Policy Studies, Selasa (8/9).
Ia mencontohkan, jika rata-rata pendapatan negara dari cukai rokok per tahun sekitar Rp 140 triliun, maka setidaknya Rp 14 triliun bisa dialokasikan untuk program pendampingan petani. Dana tersebut, kata dia, bisa dialokasikan untuk Kementerian Pertanian sebagai lembaga negara yang langsung membina petani.
Dana itu, kata dia, juga bisa digunakan untuk bantuan manajemen petani dalam membudidayakan komoditas yang berpeluang di ekspor. "Di Cina, petani tembakau dialihkan menjadi petani bawang putih yang saat ini produknya diekspor ke kita," kata Hasbullah.