Kamis 10 Sep 2020 20:49 WIB

Pukat UGM: Sudah Saatnya KPK Ambil Alih Perkara Pinangki

Pukat UGM menilai sudah saatnya KPK ambil alih perkara Jaksa Pinangki.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Kejaksaan Agung dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Tersangka kasus suap pengurusan pengajuan fatwa bebas Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari berjalan usai menjalani pemeriksaan di gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). Kejaksaan Agung dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra dari eksekusi Kejaksaan Agung atas kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, sudah saatnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih perkara Djoko S Tjandra yang juga menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Terlebih saat ini Komisi Yudisial  (KY) sedang mendalami adanya dugaan keterlibatan hakim dalam skandal Djoko Tjandra dan Pinangki Malasari. 

"Keterlibatan hakim ini semakin kuat untuk KPK ambil alih perkara Djoko Tjandra khususnya dari institusi Kejaksaan," kata Zaenur kepada Republika.co.id, Kamis (10/9). 

Baca Juga

Zaenur mengatakan, sejak awal Djoko Tjandra telah mempermainkan hukum. Selain itu menurutnya sudah ada mafia hukum dalam skandal Djoko Tjandra.

"Saat itu, Djoko Tjandra sudah tahu bahwa putusannya dihukum bersalah, kemudian sebelum putusan dibacakan yang bersangkutan melarikan diri. Jadi awal mulanya sudah ada mafia hukum di sana," ujarnya.

Oleh karenanya adanya dugaan keterlibatan hakim saat ini tidak dapat diabaikan. Penelusuran KY terhadap  hubungan hakim-hakim di pengadilan negeri (PN), dan Mahkamah Agung (MA) dengan para tersangka yang terlibat dalam skandal suap, dan gratifikasi penerbitan fatwa untuk terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut sangatlah penting. 

"Dalam kasus Djoko Tjandra  ini sudah lengkap ada pengacara, polisi jaksa dan terkait dengan pemohonan fatwa di MA tentu jika sudah sampai kepada hasil pasti ada dugaan keterlibatan hakim," tegas Zaenur.

Sehingga, penegak hukum yang paling tepat menangani perkara ini adalah KPK. Keterlibatan KPK adalah untuk menghindari konflik kepentingan.  "Karena perkara ini sudah melibatkan polisi dan jaksa sehingga akan objektif jika penyelidikan penyidokan dilakukan KPK," ujar Zaenur.

Lembaga antirasuah sendiri akan mengundang Kejaksaan dan Kepolisian pada Jumat (11/9) untuk gelar perkara skandal ini. Gelar perkara ini merupakan bagian koordinasi dan supervisi yang menjadi kewenangan KPK. 

"Sebagai pelaksanaan kewenangan koordinasi dan supervisi sebagaimana ketentuan UU, KPK mengundang pihak Bareskrim Mabes Polri dan Kejaksaan Agung untuk gelar perkara di KPK pada hari Jumat (11/9) terkait perkara yang di duga melibatkan tersangka DST (Djoko Soegiarto Tjandra) dan kawan-kawan," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/9).

Ali mengatakan, gelar perkara tidak dilakukan secara bersama-sama tiga institusi penegak hukum. Gelar perkara untuk pihak Bareskrim Mabes Polri dimulai pukul 09.00 WIB. Sementara gelar perkara Kejaksaan Agung dimulai pukul 13.30 WIB.

"Perkembangan terkait kegiatan ini akan kami informasikan lebih lanjut," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, pimpinan KPK telah memerintahkan Deputi Penindakan Karyoto untuk menerbitkan surat perintah supervisi tersebut. KPK juga akan mengundang dua institusi penegak hukum tersebut untuk melakukan gelar perkara dalam waktu dekat.

"KPK akan melihat perkembangan penanganan perkara tersebut untuk kemudian mengambil sikap pengambilalihan apabila memenuhi syarat-syarat alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 10A UU No. 19 Tahun 2019," ujar Alexander Marwata di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/9) lalu. 

Alex menjelaskan, pelaksanaan Pasal 10A ayat (1) dan (2) tidak perlu menunggu penyusunan Peraturan Presiden lebih lanjut. KPK pun mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penanganan perkara tersebut.

"Kita perlu melihat perkara ini secara serius karena diduga melibatkan aparat penegak hukum," tutur Alex. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement