REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Belarusia Alexander Lukashenko cari dukungan dari Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan petinggi Senin (14/9) ini saat unjuk rasa yang meminta Lukashenko untuk turun memasuki pekan kelima.
Lukashenko menghadapi krisis terburuk dalam 26 tahun masa kekuasaannya. Ia akan mengunjungi pantai Laut Hitam di Sochi, Rusia untuk meletakkan nasibnya ke tangan Putin.
Bantuan ekonomi dan militer Moskow akan membantu menyeimbangkan kekuasaan Lukashenko setelah pasukan keamanannya menekan keras oposisi.
Oposisi Belarusia menuduh Lukashenko mencurangi pemilihan umum bulan lalu di mana penguasa lama itu unggul 80 persen suara. Sejak itu ribuan orang ditangkap dan hampir semua tokoh oposisi ditahan, dideportasi atau terpaksa melarikan diri keluar negeri.
Pada Ahad (13/9) kemarin setidaknya 100 ribu orang turun ke jalan-jalan ibukota Minsk. Mereka mencerca Lukashenko dengan teriakan 'kamu tikus'. Polisi mengatakan mereka menangkap lebih dari 400 orang.
Kesediaan Putin menemui Lukashenko menunjukkan ia tidak ingin melihat pemimpin negara tetangganya digulingkan oleh tekanan dari jalan. Walaupun, selama ini Lukashenko kerap menjadi sekutu yang tangguh dan keras.
Bulan lalu Putin mengatakan sesuai dengan permintaan Lukashenko, ia telah membentuk 'pasukan polisi cadangan' yang hanya dikerahkan bila diperlukan. Kantor berita RIA melaporkan Moskow mengirim pasukan penerjun ke Belarusia untuk bergabung dalam latihan militer 'Persaudaraan Slavic' yang digelar hingga 25 September.
Rusia juga menawarkan merestrukturisasi hutang Belarusia dan mendukung sistem perbankan mereka. Dukungan itu harus dibayar Lukashenko dengan dominasi Rusia pada hubungan kedua negara.
Sudah sejak lama Moskow mendorong negara tetangganya itu untuk mempererat hubungan ekonomi dan politik termasuk menerapkan mata uang gabungan. Tapi Lukashenko selalu berhasil menahan tekanan dari Rusia.
Namun posisinya kali ini semakin terdesak terutama kerasnya tekanan dari pengunjuk rasa. Demonstrasi Ahad lalu menjadi salah satu unjuk rasa terbesar.
"Dengan unjuk rasa ini kami menunjukkan dia tidak mengendalikan negara, dia tidak dalam posisi berbicara atas nama rakyat Belarusia," kata seorang karyawan logistik yang ikut berunjuk rasa, Gennady.