REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih banyaknya pelanggar pembatasan sosial berskala besar (PSBB) Jakarta hingga ribuan orang, membuat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah provinsi (Pemprov) melakukan tiga hal. Yaitu, pertama melakukan upaya penegakkan hukum, kedua promotif preventif, dan terakhir mempercepat kemampuan membaca hasil tes polymerase chain reaction (PCR) untuk deteksi terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19).
Ketua IDI DKI Jakarta Slamet Budiarto mengatakan, PSBB tidak akan efektif tanpa melakukan penindakan hukum. "Pemerintah daerah harus melakukan penegakan hukum bagi pelanggar PSBB, misalnya memberi hukuman orang yang tidak memakai masker wajah di pasar atau tempat umum atau tempat kumpul orang," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).
"Apalagi, peraturan daerah (perda) sudah mengaturnya. Misalnya, tidak memakai masker membayar Rp 250 ribu, aturan itu harusnya lebih ditegakkan," ujarnya lagi.
Menurut dia, bila hukum tidak ditegakkan, maka PSBB percuma diterapkan. Karena, pada akhirnya, PSBB ini tidak akan menekan kasus yang semakin bertambah. Kendati demikian, dia meminta, penindakan hukumnya jangan berlebihan. Misalnya, menghukum satu keluarga di dalam mobil atau rumah yang tidak memakai masker wajah.
Dia meminta, pemerintah hanya mendisiplinkan orang yang tidak menggunakan masker di depan umum atau saat di luar rumah. "Sedangkan kalau di mobil atau ruang tertutup ya seharusnya tidak masalah," katanya.
Selain itu, Slamet meminta, upaya ini harus seiring sejalan dengan upaya promotif preventif. Sebab, menurutnya, upaya prmotif preventif komunikasi informasi edukasi selama PSBB sebelumnya, belum berjalan dengan baik.
Karena itu, dia berharap, upaya prmotif preventif ini bisa dilakukan saat ini. Terakhir, ia meminta pemprov DKI Jakarta harus mempercepat hasil tes Covid-19 yaitu PCR yang bisa diketahui paling lama dua hari.
"Karena saya dapat laporan kalau tes di puskesmas bisa diketahui dalam waktu tujuh hari. Lha kalau sepekan baru diketahui positif atau negatif kan orang yang dites ini bisa keluyuran kemana-mana," ujarnya.
Dia menegaskan, meski kapasitas tes DKI Jakarta ditambah, tapi kalau hasilnya membutuhkan waktu sepekan bahkan 10 hari, maka ini menjadi hal yang sia-sia karena orang yang terinfeksi bisa menularkan kemana-mana. "Kalau di rumah hanya menulari keluarga, tetapi kalau di luar rumah kan bisa menulari yang lain," katanya.
Dikatakan Slamet, salah satu faktor penyumbang banyaknya infeksi Covid-19 adalah hasil tes bisa diketahui dalam waktu lama. Jadi, dia menegaskan, upaya penegakan hukum, promotif preventif, dan mempercepat hasil tes ini harus dilakukan untuk menekan kasus.
Selama dua hari belakangan petugas gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, pengadilan, dan Kejaksaan mengadakan operasi yustisi di berbagai titik di Jakarta. Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana mengatakan, selama dua hari mereka beroperasi, pelanggar Pergub Nomor 79 tahun 2020 itu sudah hampir mencapai 9.730 orang.
"Sanksi denda baik dari Pemprov, TNI, Polri, Kejaksan dan Pengadilan, jadi nilai denda Rp 88.660.500 selama dua hari," kata Nana di Grogol, Jakarta Barat, Rabu (16/9).
Seperti diketahui Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tetap memberlakukan sanksi denda progresif bagi para pelanggar protokol kesehatan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pengetatan.
Aturan sanksi progresif itu mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya dan Pengendalian Covid-19.
Dalam Pergub yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tanggal 19 Agustus 2020 itu, diatur denda progresif bagi setiap warga, pelaku usaha, dan penanggung jawab fasilitas umum yang berulang kali melanggar protokol kesehatan Covid-19. Pergub itu mengatur setiap warga wajib menggunakan masker apabila beraktivitas di luar, berinteraksi dengan orang yang tidak diketahui status kesehatannya, dan menggunakan kendaraan umum.
Apabila warga tak menggunakan masker sesuai ketentuan tersebut dan baru sekali melanggar, maka mereka dapat dikenakan sanksi administratif sebesar Rp 250.000 atau kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama satu jam