REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pada Rabu (16/9) Rusia menuduh Amerika Serikat (AS) berusaha memicu revolusi di Belarusia. Sedangkan, Moskow menekankan dukungan dengan mengirim menteri pertahanannya untuk membicarakan hubungan militer bersama pemimpin Belarusia, Alexander Lukashenko.
Protes massal sejak pemilu 9 Agustus terjadi akibat tuduhan kecurangan dalam pemilihan umum telah menjadi ancaman terbesar bagi Lukashenko. Dukungan Kremlin menjadi penting untuk peluangnya memperpanjang pemerintahan selama 26 tahun.
Kepala Badan Intelijen Luar Negeri SVR Rusia, Sergei Naryshkin, menuduh Washington bekerja di belakang layar untuk menggulingkan Lukashenko dalam sebuah kudeta. "Pada dasarnya kita berbicara tentang upaya terselubung yang buruk untuk mengatur 'revolusi warna' lain dan kudeta anti-konstitusional, yang tujuan dan tujuannya tidak ada hubungannya dengan kepentingan warga Belarusia,” ujarnya dikutip kantor berita Rusia, RIA.
Naryshkin menuduh AS mendanai blogger anti-pemerintah dan melatih aktivis melalui LSM. Washington diduga mendukung pihak lain termasuk pemimpin oposisi, Sviatlana Tsikhanouskaya, yang melarikan diri dari negara itu ke Lithuania di tengah tindakan keras polisi.
“Menurut informasi SVR, Amerika Serikat memainkan peran kunci di Belarusia,” kata Naryshkin.
Rusia telah lama menyalahkan Barat atas berbagai revolusi, seperti Revolusi Mawar Georgia pada 2003 dan Revolusi Oranye 2003-2004 di Ukraina. Rusia mengatakan Barat mendukung para pengunjuk rasa dalam peristiwa itu.
Moskow pun menyatakan dukungan kepada Belarusia dengan Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, terbang ke Minsk pada Rabu. Dia mengadakan pembicaraan dengan Lukashenko, yang mengatakan dia telah meminta Putin untuk memasok Belarus dengan beberapa jenis senjata.
Kantor berita TASS melaporkan, Shoigu tidak memerinci senjata yang Lukashenko minta dari Putin. Kremlin kemudian membantah Putin dan Lukashenko telah membahas penyediaan senjata baru untuk Belarus.
Selain itu, Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan Rusia akan memberikan pinjaman 1 miliar dolar AS pertama ke Belarus pada akhir tahun. Sedangkan 500 juta dolar AS akan diserahkan pada tahun depan.
Siluanov menyatakan pinjaman tersebut diberikan dalam mata uang rubel Rusia dan dolar AS. Dana tersebut akan membantu Belarus dan perusahaan negara memenuhi kewajiban utang dan mendukung stabilitas keuangan.
Rusia dan Belarusia saat ini sedang mengadakan latihan militer gabungan yang berlangsung hingga akhir September. Lukashenko mengatakan kedua negara harus merencanakan lebih banyak latihan sejenis.