REPUBLIKA.CO.ID, LAMONGAN -- Sungai dan sejumlah pantai utara di Kabupaten Lamongan dilaporkan darurat mikroplastik. Kesimpulan ini berdasarkan penyusuran tim Ecoton, Komunitas Rumah Kreatif Mencorek dan Kelompok Cakrawala Surya dari Universitas Muhammadiyah Lamongan.
Direktur Ecoton Indonesia, Prigi Arisandi menyatakan, darurat mikroplastik terjadi pada Sungai Sudetan, Pantai Paciran dan Pantai Brondong. Fenomena ini terjadi akibat pengelolaan sampah yang kurang tepat dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan. "Diperlukan upaya Pemkab Lamongan untuk menyediakan sarana kontainer sampah residu yang tidak bisa didaurulang seperti sachet dan tas kresek. Serta mendorong dibangunnya tempat pembuatan sementara 3R (Reduce, Reuse dan Recycle)," kata Prigi kepada Republika.co.id, Jumat (18/9).
Ecoton bersama dua komunitas telah menyusuri timbulan sampah di sekitar Sungai Bengawan Solo pada 15 sampai 17 September. Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari Bendungan Karet Sedayulawas hingga muara. Hasilnya, mereka menemukan sembilan timbulan sampah kecil dan besar yang didominasi plastik serta sachet.
Berdasarkan hasil audit, tim menemukan bahwa penyumbang sampah berasal dari tiga perusahaan terkenal. Ketiga perusahaan tersebut antara lain Wings Group, Unilever, dan Procter and Gamble Company.
Menurut Prigi, kegiatan penimbunan dan pembakaran sampah di Bantaran Sudetan menunjukkan tidak adanya tanggung jawab pemerintah. Padahal pemerintah mempunyai peranan dalam mengelola sampah sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008. Kondisi serupa juga terlihat pada fenomena timbulan sampah di Pantai Brondong dan Paciran, Lamongan.
Sebagian besar timbulan sampah didominasi plastik yang terpapar matahari, terendam air dan mengalami perlakuan fisik alami. Naik dan turunnya air laut menyebabkan sampah plastik terurai menjadi serpihan-serpihan. "Atau remah plastik berukuran mikro yang biasa disebut mikroplastik," jelasnya.
Pada dasarnya mikroplastik merupakan remah atau serpihan plastik berukuran kurang dari lima milimeter (mm). Mikroplastik terdapat dua jenis di alam seperti primer dan sekunder.
Mikroplastik primer dibuat dalam ukuran kecil oleh perusahaan yang salah satunya microbeads. Bahan ini biasanya dicampurkan dalam pasta gigi, scrub, sabun cuci muka dan bahan kosmetik. Sementara mikroplastik sekunder berasal dari remahan plastik berukuran besar seperti kresek, sedotan, sachet, botol sekali pakai, dan styrofoam.
Peneliti mikroplastik Ecoton, Eka Clara Budiarti menegaskan, sampah plastik yang ditimbun menjadi sumber pencemaran mikroplastik di ekosistem perairan pantura Lamongan. Jika tidak dikendalikan, maka akan menjadi ancaman serius terhadap potensi perikanan di pantura Jawa.
Ecoton, Rumah Kreatif Mencorek dan Cakrawala Surya mendesak pemerintah segera menerapkan sistem zero waste. Sebuah pendekatan pengelolaan partisipatif dengan prinsip "Pikul Bareng" yang berarti memilah dan mengurangi sampah dari rumah. Kemudian melayani pengangkutan, pengolahan dan membatasi timbunan sampah. Lalu penganggaran memadai untuk edukasi dan daratan pengelolaan sampah serta merkayasa desain kemasan ramah lingkungan.
Koordinator Riset dan Pengembangan Kreatifitas Rumah Kreatif Mencorek, Wais Al Qorni akan mengadukan temuan sampah kepada Bupati Lamongan, Gubernur Jawa Timur dan Menteri Perikanan dan Kelautan. Pemerintah diminta segera membersihkan sampah dari pantai Utara Lamongan. Kemudian menyediakan sarana penunjang pengelolaan sampah agar masyarakat tidak membuang sampah ke sungai dan pantai.