Kamis 22 Feb 2024 07:21 WIB

Pengelolaan Sampah Belum Maksimal, Yogya Canangkan Olah Sampah Organik dari Rumah

Persentase sampah organik di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 52 persen.

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Gita Amanda
 Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kota Yogyakarta. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kota Yogyakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Persoalan sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kota Yogyakarta. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengatasi sampah perkotaan yang tidak kunjung terselesaikan.

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta pun mencanangkan gerakan olah sampah organik dari rumah ‘Organikkan Jogja, Olah Sampah Seko Omah', sebagai peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) tahun 2024. Gerakan ini dicanangkan guna memperkuat upaya pengolahan sampah yang selama ini juga telah berjalan.

Baca Juga

Pemkot Yogyakarta sendiri sebelumnya telah menggencarkan Gerakan Zero Sampah Anorganik dan Mbah Dirjo sejak 2023 lalu. Mesi begitu, gerakan tersebut dinilai masih membutuhkan banyak dukungan dari seluruh pihak.

Hal ini mengingat masih banyaknya sampah yang belum terkelola dengan baik dari tiap rumah tangga, terutama sampah organik. Untuk itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Sugeng Darmanto mengatakan 2024 ini merupakan momentum penting dalam pengarusutamaan isu pengelolaan sampah.

"Bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional ini, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup memilih tema Organikkan Jogja, Olah Sampah Seko Omah. Berangkat dari tema itu kami berharap bahwa kita dapat terus konsisten mengolah sampah organik dari rumah," kata Sugeng saat peringatan HPSN di Embung Langensari, Rabu (21/2/2024).

Dikatakan Sugeng, Kota Yogyakarta termasuk dalam kabupaten/kota di DIY yang terdampak pembatasan kuota pembuangan sampah di TPA Regional Piyungan. Pembatasan ini didasarkan pada perhitungan bahwa zona transisi 2 di TPA Piyungan hanya akan bertahan hingga akhir Maret tahun ini.

Untuk itu, tegas Sugeng, diharapkan kesadaran dan kepedulian semua pihak agar berperan aktif dalam pengelolaan sampah khususnya di Kota Yogyakarta. Hal ini dapat dimulai dari yang paling sederhana yakni memilah sampah dari sumbernya.

Disampaikan Sugeng, persentase sampah organik di Kota Yogyakarta mencapai sekitar 52 persen. Artinya, sampah yang ada di Kota Yogyakarta dominasi oleh sampah organik, sehingga harus dikelola.

Melalui Gerakan Mbah Dirjo, Sugeng menyebut mampu mengurangi sampah sekitar 50 ton per hari. Sedangkan, dengan Gerakan Zero Sampah Anorganik dapat mengurangi sampah sekitar 100 ton.

“Kita akan perkuat Mbah Dirjo dan Zero Sampah Anorganik dengan lebih detail lagi pada pengelolaan sampah organik. Ini bersamaan dengan  kewilayahan memperoleh penguatan dari danais Rp 100 juta per kelurahan. Dana itu dimanfaatkan untuk meningkatkan pengurangan sampah organik,” jelas Sugeng.

Dengan gerakan yang selama ini sudah berjalan, sampah organik dapat dikelola dengan berbagai cara antara lain biopori, losida, dan ember tumpuk. Menurut Sugeng, gerakan olah sampah organik menyasar pada peningkatan pelatihan terkait pengolahan sampah organik kepada masyarakat.

"Selain pelatihan, masyarakat akan mendapat sarana dua biopori. Setiap kelurahan ditargetkan mengadakan 12 kali pelatihan," katanya.

Wakil Dua Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta, Sri Martini juga mengatakan bahwa Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta akan terus menggencarkan dan mengajak masyarakat melakukan gerakan olah sampah dari rumah.

Dikatakan Martini, sampah anorganik dibawa ke bank sampah terdekat, sedangkan sampah organik dikelola di rumah tangga masing-masing. Metode yang paling sederhana untuk mengolah sampah organik adalah biopori.

“Metode yang paling sederhana dan secara estetika bagus itu memakai biopori reguler. Harapannya tiap rumah tangga memiliki dua biopori, sehingga kalau satu penuh, tinggal diisi satunya. Itu bisa dimanfaatkan sampai tiga hingga enam bulan, dan hasilnya kompos organik,” kata Martini.

Seperti diketahui, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY juga telah mewajibkan masing-masing kabupaten/kota untuk melaksanakan desentralisasi pengolahan sampah di 2024 ini. Artinya, tiap kabupaten/kota di DIY harus bisa mengelola sampahnya secara mandiri dan tidak diperbolehkan untuk dibuang ke TPA Regional Piyungan.

Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pun mempersiapkan untuk desentralisasi pengolahan sampah ini. Kabid Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko mengatakan bahwa dalam pengolahan sampah nantinya juga akan memakai teknologi yakni menggunakan dua modul berupa Refuse Derived Fuel atau RDF.

Dengan begitu, sampah akan diolah menjadi bahan bakar. Dikatakan bahwa RDF ini digunakan sebagai bahan bakar batu bara yang dipergunakan untuk membuat semen.

Haryoko menyebut bahwa dalam satu modul dapat digunakan maksimal di 20 ton sampah per harinya. Namun, jika dimungkinkan dari dua modul dan dua shift per hari, maka sampah yang diolah bisa dimaksimalkan hingga 80 ton per hari.

"Jika memungkinkan akan ada dua shift untuk mengolah sampah sebanyak 40 ton per hari, maka diperkirakan 80 ton sampah dalam satu hari bisa diolah," kata Haryoko beberapa waktu lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement