REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Anak-anak terancam dipekerjakan menjadi buruh. Risiko mereka terjebak dalam jerat perbudakan meningkat selama pandemi COVID-19. Hal ini diungkapkan Peraih Nobel Perdamaian, Kailash Satyarthi.
Satyarthi merupakan seorang warga India yang selama 40 tahun mengabdikan dirinya menolong korban perbudakan dan perdagangan manusia. Dia menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 2014 karena ia berusaha menghentikan perdagangan anak dan pekerja anak-anak di India.
Satyarthi khawatir seluruh usahanya akan sia-sia. Sebab, adanya pandemi menyebabkan perekonomian terpuruk sehingga menjadikan anak-anak rentan dipekerjakan oleh industri demi menekan ongkos produksi.
“Ancaman terbesar yang kita hadapi, jutaan anak-anak kemungkinan kembali terjebak dalam jerat perbudakan, perdagangan orang, pekerja anak, dan pernikahan anak-anak,” kata Satyarthi.
Kebijakan karantina dan pembatasan akibat COVID-19 menyebabkan perekonomian di banyak negara, termasuk di India, terpuruk. Akibatnya, jutaan orang terjun dalam jurang kemiskinan. Keadaan ini memaksa para orang tua memaksa anak-anaknya ikut bekerja.
Menurut Organisasi Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), jumlah pekerja anak di India berkurang sampai 10,1 juta jiwa selama beberapa tahun terakhir. Namun, masih ada beberapa dari mereka yang jadi korban.
Di banyak wilayah India, anak-anak dapat ditemukan bekerja di ragam jenis industri, antara lain di pabrik pembakaran batu bata, pabrik karpet, garmen, sektor domestik, pertanian, perikanan dan pertambangan.
Organisasi buatan Satyarthi, yang didukung oleh kepolisian, bulan lalu menyelamatkan puluhan anak perempuan saat aparat keamanan menggeledah tempat pengolahan udang di wilayah barat India.
“Sekali anak-anak itu jatuh pada jebakan, mereka dapat dipaksa jadi pekerja seksual, dan diselundupkan dengan mudah ... ini ancaman lain yang harus segera diantisipasi pemerintah,” kata dia.
Satyarthi menambahkan ia meyakini kekerasan seksual terhadap anak-anak juga meningkat selama pandemi.
“Saya tidak akan berhenti meskipun tersisa satu orang anak yang masih jadi korban perbudakan ... artinya ada yang salah dengan pemerintah, ekonomi, dan di masyarakat, kita harus memastikan tidak ada satu orang anak pun yang tertinggal,” kata Satyarthi.