REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Persatuan Islam (Persis) menyesalkan ada oknum utusan partai politik yang melakukan pungutan liar (pungli) terhadap pesantren yang menerima dana bantuan oprasional pesantren (BOP). Dana BOP merupakan usulan Komisi VIII untuk membantu pesantren yang terdampak Covid-19.
"Kami sangat menyesalkan dan prihatin atas praktek pungli tersebut," kata Wakil Ketua Persis KH Jeje Zaenuddin, saat dihubungi, Senin (21/9).
KH Jeje menuturkan, pada saat ini lembaga pendidikan keagamaan, seperti pesantren-pesantren yang biaya oprasional mereka adalah dari iuran wajib para santri peserta didiknya sangat minim. Semestinya BOP ini memang menjadi prioritas sebagai pihak penerima bantuan oprasional dari pemerintah.
"Sebagaimana sudah sejak awal pandemi digembar gemborkan oleh pemerintah," ujarnya.
KH Jeje mengaku menyesalkan, pada realisasinya di lapangan ternyata banyak tidak sesuai dengan apa yang diberitakan. Baik dari besaran bantuan maupun dari pemerataan objek penerimanya.
"Yang semula anggaran diberitakan sekitar Rp 25 juta sampai dengan Rp 50 juta perpesantren, realisasinya yang diterima rata rata baru Rp 15 juta dan belum merata," katanya.
Menurut dia apa yang terjadi di lapangan ini sangat memprihatinkan. Apalagi yang mengusulkan ada bantuan oprasional pesantren ini merupakan usulan DPR di Komisi VIII bukan permintaan dari para pengasuh pesantren.
"Maka sangat disesalkan sudah nominalnya tidak terlalu besar dan tidak mencukupi ditambah dengan adanya permintaan imbalan atau pemotongan yang tidak diatur oleh pedoman proseduralnya," katanya.
Menurut Jeje Zaenuddin, apa yang terjadi di lapangan terhadap BOP, jelas bisa menjurus kepada praktek potongan atau pungli yang merupakan tindakan melawan hukum yang harus diusut tuntas dan ditertibkan. Penegakan hukum polisi dan KPK harus mengusut tuntas persoalan ini.