Selasa 22 Sep 2020 15:05 WIB

Penundaan Kembali Pilkada untuk Matangkan Instrumen Hukum

Penundaan juga agar pemerintah bisa fokus menanamkan protokol kesehatan.

Rep: Arif Satrio Nugroho / Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski DPR RI dan Pemerintah bersepakat untuk tetap mengadakan Pemilu pada 9 Desember 2020, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tetap meminta agar Pemilu ditunda. Penundaan ini dapat difungsikan sebagai masa persiapan menjelang pilkada digelar, di antaranya mematangkan instrumen hukum.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraeni mengatakan, penundaan ini dapat menjadi masa bagi pemerintah dalam menyiapkan seluruh instrumen dalam melangsungkan Pilkada di masa Pandemi Covid-19. "Penundaan ini waktu di mana pemerintah menyiapkan segala instrumen hukum penyelenggaraan Pilkada yang butuh waktu," kata Titi dalam diskusi yang digelar ngertihukum.id secara langsung di Youtube, Selasa (22/9).

Baca Juga

Di samping itu, instrumen hukum itu pun perlu disosialisasikan. Sosialisasi itu bukan hanya perlu dilakukan pada penyelenggara di tingkat KPPS, tetapi juga pada masyarakat pemilih. Ia menilai hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Titi menambahkan, hak pilih bagi warga yang positif Covid-19 juga harus dijamin. "Jangan sampai dengan instrumen kebijakan yang tidak memfasilitasi secara baik, lalu kesadaran yang belum baik para aktor politik kita, hak mereka terlewatkan," kata Titi.

Pada masa penundaan ini, ia mengatakan, pemerintah bisa benar-benar fokus menanamkan kesadaran masyarakat pentingnya protokol kesehatan dalam mengerem Covid-19. "Kalau pilkada saja ditunda masyarakat akan paham pentingnya penerapan protokol Covid-19," ujarnya.

Berdasarkan simulasi Perludem, Titi menyarankan Pilkada agar ditunda hingga Juni 2021. Pada Oktober 2020 sampai Februari 2021, pemerintah dapat fokus total melawan Covid-19 hingga menyiapkan secara maksimal instrumen hukum pada semua unsur pemilihan.

"Menunda itu membuat kita memahami penyusuaian tata cara teknis dengan protokol kesehatan," kata Titi.

Pilkada Serentak yang dijadwalkan pada 9 Desember 2020 sepertinya tidak akan ditunda. Pihak Istana hari ini bahkan menegaskan pilkada tetap akan berlangsung sesuai jadwal meskipun berbagai kalangan mendesak agar ditunda.

"Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember 2020, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih," ujar Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman dalam siaran resminya, Senin (21/9).

Presiden Jokowi, kata Fadjroel, menegaskan penyelenggaraan Pilkada tidak bisa menunggu pandemi berakhir, karena tidak satu negara tahu kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Karena itu, penyelenggaraan Pilkada harus dilaksanakan dengan protokol kesehatan ketat agar aman dan tetap demokratis.

Komisi II DPR juga telah menggelar rapat kerja dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Senin (21/9). Mayoritas fraksi di DPR pun mendukung agar Pilkada Serentak tetap sesuai jadwal tahapan dan digelar 9 Desember 2020.

"Demokrasi tidak boleh tertunda karena Covid, demokrasi harus jalan, demokrasi hak rakyat," kata anggota Komisi II Fraksi PDI Perjuangan Junimart Girsang dalam rapat kerja komisi II dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu, Senin (21/9).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement