REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) akan menambah sembilan perusahaan digital asing untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak dari konsumen terhadap transaksi pembelian barang/jasa digital. Langkah ini sebagai upaya untuk menciptakan level of playing field antara perusahaan digital dengan nondigital.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyebutkan, sembilan perusahaan tambahan akan mulai melakukan kewajibannya pada Oktober. "Sehingga, bulan depan, sudah ada 37 (perusahaan/SPLN) yang kami tunjuk," tuturnya, dalam konferensi pers Kinerja APBN secara virtual, Selasa (22/9).
Tapi, Suryo belum menyebutkan sembilan perusahaan digital yang dimaksud. Menurutnya, pemerintah sudah berkomunikasi dengan seluruh entitas untuk mulai melaksanakan kewajibannya bulan depan.
Saat ini, Suryo mengatakan, pemerintah melalui DJP Kemenkeu terus melakukan komunikasi yang intensif dalam menambah SPLN pemungut PPN digital. Khususnya dengan cara one on one, untuk menyosialisasikan mengenai hak dan kewajiban mereka.
Sampai dengan September, sudah ada 28 perusahaan yang dapat memungut pajak atas transaksi digital. Di antaranya, Shopee, Spotify, Zoom hingga Netflix. Tapi, Suryo menjelaskan, DJP Kemenkeu belum menerima setoran dari perusahaan-perusahaan tersebut.
"Untuk setoran sampai Agustus, PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) luar negeri belum kita terima, karena setoran masuk September 2020 ini," ucapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya berharap seluruh perusahaan yang telah memenuhi kriteria dapat mengambil inisiatif dan menginformasikan kepada DJP. Tujuannya, agar proses persiapan penunjukan termasuk sosialisasi secara on on one dapat segera dilaksanakan.
Kriteria yang dimaksud Hestu adalah termasuk penjualan Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan.
Hestu kembali menekankan, PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri bukan merupakan jenis pajak baru. Kebijakan ini telah lama diatur dalam UU PPN, namun kurang efektif karena hanya mengandalkan pemungutan dan penyetoran sendiri oleh pembeli/konsumen yang sifatnya retail dan masif dalam ekonomi digital saat ini.
"Untuk meningkatkan efektivitas dan kesederhanaan, maka pemerintah mengubah mekanisme pemungutan PPN tersebut menjadi dipungut oleh penjual produk digital luar negeri," tutur Hestu dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, awal September.
Pemungutan PPN ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha. Khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.