REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelaksanaan Pilkada di tengah masifnya penyebaran virus Covid-19 dinilia mantan ketua Pansus Pemilu Ferry Mursyidan Baldan (FMB) sebagai hal yang berisiko. Ferry menyarankan pemerintah menunda sampai ada kepastian pandemi Covid-19 aman dan penyebaran wabah terkendali.
"Saya berharap pilkada diundur sampai pertengahan 2021. Pemerintah dan DPR harus tetap mempertimbangkan opsi diundur, meskipun sudah menyetujui tambahan anggaran yang diajukan KPU untuk menggelar Pilkada, " kata Ferry, Selasa (22/9).
Dijelaskannya, pilkada tidak hanya sekadar kegiatan datang ke TPS pada hari pencoblosan. Tapi sebuah rangkaian kegiatan, mulai dari persiapan pencalonan sampai dengan penghitungan suara dan penetapan
pemenang. Sehingga rangkaian kegiatannya sangat panjang.
Banyak desakan sebelumnya termasuk dari Mantan Wapres Jusuf Kalla agar Pilkada 2020 ditunda sampai vaksin ditemukan. Pilkada yang menjadi pusat konsentrasi massa dikhawatirkan akan menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
"Jadi usul penundaan pilkada adalah suatu keniscayaan bagi keselamatan kehidupan masyarakat, keselamatan demokrasi dan keselamatan pemerintahan di daerah yang melakukan Pilkada," kata Ferry.
Selama sekitar enam bulan penundaan, menurut Ferry, Pemerintah dan KPU punya waktu untuk menyiapkan sejumlah protokol sehingga Pilkada 2020 menjadi berkualitas. “Perlu mematangkan lagi protokol kesehatan dalam Pilkada agar memberikan rasa aman dan meningkatkan partisipasi masyarakat,” kata Ferry.
Penundaan pilkada, menurut Ferry, juga bisa menghilangkan intrik-intrik politik. Sehingga pada pelaksanaan berikutnya Indonesia sudah memiliki model sesuai prinsip demokrasi dan menjamin hak politik masyarakat dengan penerapan protokol kesehatan.
Penundaan juga menjamin kelancaran dari mulai kehadiran pemilih di TPS, tingkat partisipasi, saat penghitungan suara, dan pengawalan suara sampai ke tingkat berikutnya, termasuk saat kontestan ajukan keberatan terhadap hasil.
Secara filosofi, Ferry mengingatkan bahwa, pilkada adalah Pelaksanaan Pemberian Hak Suara Masyarakat Pemilih pada sebuah kontestasi. Jadi yang paling penting adalah perlindungan kepada Pemilik Hak Pilih, bukan lebih pada pada aspek kontestasinya.
Salah satu mekamisme dalam pelaksanaan pilkada adalah memudahkan. Misalnya dengan menempatkan TPS yang dekat dengan tempat tinggalnya. Namun dengan adanya wabah ini, kata Ferry, kegiatan atau mobilitas masyarakat dibatasi bahkan dilarang.
"Bagaimana kita bisa membiarkan suatu kegitan secara bersamaaan dilakukan hanya untuk sebuah kontestasi, sementara kegitan pokok masyarakat seperti ibadah, aktifitas ekonomi, bekerja, sekolah hanya bisa diikuti oleh sedikit orang atau ada pembatasan,” papar dia.
Sejak Juni 2020 desakan untuk mengundurkan Pilkada 2020 sudah disampaikan. Melihat perkembangan pandemi sampai saat belum juga terkendali, menurut Ferry, demi keselamatan masyarakat pemilih, penyelenggara pilkada, tim sukses dan kandidat maka penundaan menjadi pilihan yang bijak.