REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengalokasikan anggaran tertinggi untuk merehabilitasi hutan dan lahan serta upaya konservasi pada 2021.
"Kenapa dana PDASHL dan KSDAE terbesar? Karena 'jantungnya' sumber daya alam kita ya di situ," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar saat menjelaskan alasan Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) dan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) mendapat anggaran terbesar di 2021 kepada Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (23/9).
Komisi IV DPR RI dalam Rapat Kerja bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetujui permohonan persetujuan pagu anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2021 sebesar Rp 7,9 triliun dengan alokasi tertinggi dialokasikan untuk dua Direktorat Jenderal dimaksud, jika digabungkan mencapai lebih dari Rp 4,1 triliun.
Siti mengatakan luas kawasan konservasi yang dimiliki Indonesia mencapai sekitar 27 juta hektare (ha), sedangkan kawasan hutan lindung sekitar 29 juta ha. Kawasan konservasi atau lindung tersebut memiliki fungsi utama sebagai life support system.
"Secara teori berarti dia menjaga sistem genetik sampai jadi. Artinya, dia menjaga rantai pangan, dia menjaga rantai energi, dia menjaga rantai karbon. Jadi, memang di sini sebetulnya jantungnya sumber daya alam kita sebagai modal dasar bangsa," ujar Siti.
Ia mengatakan selain pekerjaan konservasinya banyak, ada sekitar 6.000 desa di dalam kawasan yang harus diberdayakan, ada pula masyarakat adat yang musti dijaga, serta memperbaiki kondisi yang rusak di kawasan konservasi.
Perhatian dunia internasional juga sedang menyoroti upaya konservasi. "Jadi kita bisa lihat bersama-sama, oh ini persoalan yang utama," ujar Siti.
Untuk Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Siti mengatakan Presiden Joko Widodo meminta kerusakan lingkungan harus dipulihkan secepatnya. Dari 14,3 juta ha lahan kritis di Indonesia, jika dilihat indeksnya dibutuhkan kira-kira dana Rp14 juta sampai dengan Rp17 juta per ha untuk merehabilitasi lahan kritis tersebut.
Sedangkan untuk merehabilitasi mangrove membutuhkan dana yang lebih besar, bisa mencapai Rp27 juta per ha.
Secara ideal, menurut dia, standar rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang dibutuhkan Indonesia mencapai 800.000 ha per tahun untuk dapat mengatasi perubahan iklim. "Tapi kapasitas kita sekarang paling 200.000 ha per tahun".
Oleh karena itu, katanya, mengintensifkan ajakan ke pemegang izin tambang untuk ikut melakukan RHL dengan cara menanam pohon. Jika setahun mereka dapat menanam 60.000 pohon tentu sudah lumayan jika itu dilaksanakan seluruh pemegang izin tambang.
Dalam Rapat Kerja, Komisi IV DPR RI menyetujui pagu anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp7.96 triliun, dengan komposisi untuk Sekretariat Jenderal sebesar Rp546,51 miliar, Inspektorat Jenderal sebesar Rp80,61 miliar, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Hutan Produksi Lestari sebesar Rp342,27 miliar.
Sedangkan untuk Ditjen PDASHL sebesar Rp 2,18 triliun, Ditjen KSDAE Rp1,92 triliun, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Rp 410,3 miliar, Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Rp 363,46 miliar, Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rp 344,66 miliar, dan Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim Rp 301,88 miliar.
Selanjutnya, untuk Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya sebesar Rp271,97 miliar, Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Rp 249,46 miliar. Selain itu untuk Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi sebesar Rp 317,02 miliar, Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Rp 313,24 miliar, dan Badan Restorasi Gambut (BRG) Rp 312,99 miliar.