Senin 28 Sep 2020 19:07 WIB

Muhammadiyah Buat Isolasi Covid-19 Layaknya Pesantren Kilat

Karena muatan-muatan spiritual yang diberikan seimbang dengan muatan-muatan fisik

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Covid-19. Muhammadiyah membuat isolasi pasien OTG Covid-19 layaknya pesantren kilat.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Muhammadiyah membuat isolasi pasien OTG Covid-19 layaknya pesantren kilat.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Muhammadiyah terus memberikan peran nyata membantu penanganan Covid-19 di Indonesia. Kali ini, dilakukan lewat pembangunan tempat khusus isolasi Orang Tanpa Gejala (OTG) yang dikemas selayaknya pesantren kilat.

Belakangan, tempat isolasi itu akrab disebut Pesantren Covid-19. Itu karena muatan-muatan spiritual yang diberikan seimbang dengan muatan-muatan fisik, yang mana keduanya memang sangat dibutuhkan untuk memperkuat imun seseorang.

Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Mohammad Komarudin mengatakan, tempat itu tadinya memang bukan tempat isolasi. Awal pandemi Maret lalu, RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ditunjuk sebagai rumah sakit rujukan Covid-19.

Selain penunjukkan lewat SK Gubernur DIY, penunjukkan dilakukan pula oleh PP Muhammadiyah lewat Muhamamdiyah Covid-19 Command Center (MCCC) sebagai wujud komitmen Muhammadiyah. Karenanya, dibuat ruang-ruang khusus perawatan khusus.

Saat itu, stigma masyarakat terhadap tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 cukup buruk. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya tenaga kesehatan yang justru ditolak warga untuk pulang ke tempat tinggalnya, walaupun kondisinya sehat.

"Saya punya inisiasi menggunakan bangunan yang dulunya Asrama Bidan Pimpinan Pusat Aisyiyah tapi sudah tidak dipakai, kita pinjam untuk asrama nakes yang ditolak warga untuk pulang," kata Komar kepada Republika, Senin (28/9).

Usai RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta lakukan skrinning ke 500an karyawannya, ditemukan beberapa terkonfirmasi positif tanpa gejala atau gejala ringan. Namun, saat itu Kota Yogyakarta belum memiliki tempat isolasi khusus.

Semakin sulit lantaran banyak nakes yang tinggal di Yogyakarta malah sudah mengalami penolakan warga, dan akhirnya dibawa ke Asrama Bidan Aisyiyah. Setelah itu, kebutuhan tempat isolasi Yogyakarta bertambah signifikan.

Tidak cuma tenaga kesehatan (nakes), tempat isolasi semakin dibutuhkan warga dari amal-amal usaha Muhammadiyah lain, termasuk siswa-siswa dari Muhammadiyah Boarding School. Bahkan, berkembang kembali sampai kini menampung masyarakat umum.

"Awalnya ada penolakan, tapi saya jelaskan, coba ketika ada warga sini yang terkonfirmasi positif kalau tidak ada tempat isolasi mau isolasinya ke mana. Jadi, kita terima siapa yang butuh silakan datang, kita bantu," ujar Komar.

Sesuai sebutannya, Pesantren Covid-19 memang memiliki program-program yang sudah tersusun rapi sejak 04.00-21.00. Mulai shalat tahajud, shalat subuh, tadabur Alquran, olah raga, mandi, makan dan minum obat dan shalat dhuha.

Kemudian, shalat dzuhur, tadarus Alquran, tidur siang, shalat ashar, tadarus Alquran dan olah raga. Setelah itu, mandi, shalat magrib, tadarus Alquran, shalat isya, pengajian atau kajian lewat Zoom Meeting, lalu baru tidur malam.

"Yang tadinya untuk tenaga kesehatan RS PKU Muhammadiyah, lalu untuk warga amal-amal usaha Muhammadiyah, kini kita dedikasikan untuk masyarakat luas," kata Komar.

Untuk logistik, yang tadinya cuma dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta kini terus mendapat bantuan amal-amal usaha Muhammadiyah lain. Pantauan kesehatan setiap hari dilakukan ke santri-santri, sebutan OTG di Pesantren Covid-19.

Lokasi yang tidak terlalu jauh memudahkan dokter umum dan dokter spesialis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta lakukan pemantauan dan edukasi kesehatan. Bahkan, sejak menjadi tempat isolasi sudah dihadirkan akses WiFi bagi santri-santri.

"Sehingga, kesan selama di sini teman-teman yang jadi penghuni nyaman saja dan pemulihan terbukti cepat sekali, hari kesekian kita evaluasi PCR sudah negatif," ujar Komar.

Sejauh ini, jumlah santri yang ada di Pesantren Covid-19 sudah mencapai 54 orang yang terdiri dari 23 tenaga kesehatan dan 31 masyarakat umum. Sedangkan, mereka yang sudah lulus atau sembuh kini sudah mencapai 39 orang.

Komar membenarkan, mereka yang ada di Pesantren Covid-19 memang merupakan orang-orang yang tidak menunjukkan gejala. Tapi, ia mengingatkan, siapa saja yang mendapatkan kabar dirinya positif Covid-19 akan alami hantaman mental.

Mulai dari stigma masyarakat, rasa takut keluarganya tertular, khawatir jika lingkungannya tertular dan lain-lain. Karenanya, ia menekankan, perlu diberi motivasi lewat kegiatan-kegiatan positif untuk bangkitkan lagi semangatnya.

"Semua itu secara psikologis akan meningkatkan daya tahannya atau imunitasnya, jadi kita cukupi kebutuhan gizinya, fisiknya dan mentalnya kita kuatkan," kata Komar.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement