Kamis 01 Oct 2020 16:37 WIB

Pembunuh Berantai di Jepang, Pakai Twitter Pikat Korban

Takahiro Shiraishi mengonfirmasi semua tuduhan yang ditujukan kepadanya benar.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Teguh Firmansyah
Pembunuhan (Ilustrasi)
Foto: pixabay
Pembunuhan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Seorang pria Jepang mengaku bersalah membunuh sembilan orang setelah menghubungi mereka lewat Twitter.  Takahiro Shiraishi yang dijuluki "pembunuh Twitter" ditangkap pada 2017 setelah bagian-bagian tubuh jasad korban ditemukan di apartemennya.

Shiraishi mengatakan kepada pengadilan di Tokyo pada Rabu (30/9) bahwa semua tuduhan adalah benar. Namun pengacaranya berpendapat bahwa dakwaannya harus dikurangi karena para korban tampaknya memberikan persetujuan untuk dibunuh.

Baca Juga

Seperti dilansir BBC, Kamis (1/10), jika terbukti melakukan pembunuhan, Shiraishi menghadapi hukuman mati yang dilakukan dengan digantung di Jepang.

Kasus pengadilan ini telah menarik minat yang luas, dengan lebih dari 600 orang mengantre untuk 13 kursi dalam sidang pertama pada Rabu.

Jaksa penuntut mengatakan, terdakwa membuka akun Twitter pada Maret 2017 untuk menghubungi wanita yang berniat bunuh diri yang dia anggap sebagai sasaran empuk. Delapan korbannya adalah wanita, salah satunya berusia 15 tahun. Satu-satunya korban laki-laki, berusia 20 tahun, dibunuh setelah menanyakan Shiraishi tentang keberadaan pacarnya.

Pria berusia 29 tahun itu diyakini telah memikat para korban dengan mengatakan kepada mereka bahwa dia dapat membantu mati dan dalam beberapa kasus mengklaim dia akan bunuh diri bersama mereka.

"Saya ingin membantu orang yang benar-benar kesakitan. Tolong DM (pesan langsung) saya kapan saja," isi profil Twitter-nya.

Pembunuhan berantai pertama kali terungkap saat polisi menyelidiki hilangnya seorang wanita muda, yang kemudian menjadi salah satu korban. Petugas mengunjungi apartemen Shiraishi di kota Zama, dekat Tokyo. Di sana petugas menemukan bagian tubuh yang terpotong-potong.

Pengacara Shiraishi mengatakan bahwa korbannya telah setuju untuk dibunuh, jadi tuduhan itu harus dikurangi menjadi "pembunuhan dengan persetujuan".  Ini membawa hukuman penjara yang lebih rendah antara enam bulan dan tujuh tahun.

Tapi dilaporkan bahwa Shiraishi tidak setuju dengan pengacaranya. Dia memberi tahu media lokal, bahwa dia membunuh tanpa persetujuan dari para korbannya.

"Ada luka memar di bagian belakang kepala korban. Artinya tidak ada persetujuan dan saya lakukan agar mereka tidak melawan," katanya dalam komentar yang dipublikasikan Rabu.

Pembunuhan berantai ini telah mengejutkan Jepang. Ketika diekspos pada 2017. Hal itu memicu perdebatan baru tentang situs web yang membahas tentang bunuh diri.

Pembunuhan itu juga mendorong perubahan oleh Twitter, yang mengubah aturannya untuk menyatakan pengguna tidak boleh 'mempromosikan atau mendorong bunuh diri atau melukai diri sendiri'. CEO Twitter, Jack Dorsey mengatakan pada saat itu bahwa kasus tersebut sangat menyedihkan.

Jepang telah lama berjuang melawan salah satu tingkat bunuh diri tertinggi di dunia, meskipun angka tersebut telah turun sejak langkah-langkah pencegahan diperkenalkan lebih dari satu dekade lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement