REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai saat ini masyarakat sudah bergantung pada digitalisasi sistem keuangan termasuk perbankan. Bahkan selama pandemi Covid-19 yang telah terjadi sekitar delapan bulan di Indonesia, turut mempercepat akselerasi sistem keuangan digital.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan sektor e-commerce mengalami kenaikan transaksi per bulannya sebesar 400 persen. Sebelum terjadi pandemi pada 2019, aktivitas mobile banking mencatatkan sekitar 2,4 miliar transaksi dengan nilai hampir Rp 4.000 triliun.
"Lalu 8 bulan sejak pandemi, itu akselerasinya jauh lebih besar. Teman-teman kita yang sekarang di rumah itu tidak ingin lagi datang ke bank. Mereka ingin smartphone bisa melakukan apa saja dan fakta sebelum pandemi sekitar 97 persen transaksi perbankan sudah dilakukan di luar kantor bank,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (9/10).
Menurutnya regulator mendorong digitalisasi perbankan dari target inklusi keuangan yang ongkosnya terbilang mahal. Namun, proses digitalisasi ini merupakan modal awal agar akses keuangan digital bisa sampai hingga ke remote area.
"Kita suka underestimate, penduduk-penduduk atau teman-teman kita yang di remote area. Begitu mereka pegang handphone, mereka sudah bisa melakukan apa saja yang dulu tidak pernah dilayani oleh bank, atau bisa disebut unbankable," katanya.
Ke depan pihaknya mengajak seluruh pelaku industri keuangan untuk melanggengkan program digitalisasi guna menjawab kepercayaan nasabah. "Jadi jangan sampai kita gagal dalam digitalisasi sistem. Digitalisasi, edukasi terhadap publik sebenarnya dalam rangka inklusi sebenarnya sudah dalam 5 tahun terakhir ini, dan percepatan 3 tahun terakhir," katanya.