REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah elemen masyarakat mengkritik sikap atau tindakan represif aparat Kepolisian terhadap massa yang menolak Omnibus Law Undang-undang Ciptaker. Sikap represif tersebut dianggap tidak pantas dilakukan oleh aparat terhadap masyarakat yang tengah berjuang menyampaikan aspirasinya. Namun pihak Kepolisian mengklaim sudah sesuai dengan SOP atau standard operating procedure.
"Perlu kita ketahui, bahwa pada saat pengamanan demo, polisi kan sudah berkali-kali mengamankan sesuai SOP yang kita punya," tegas Argo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (9/10).
Lanjut Argo, beberapa SOP tersebut adalah pertama, tidak dilengkapi dengan senjata api. Kedua, di dalam kegiatan tersebut polisi melakukan kegiatan nego-nego dalam berunjuk rasa supaya kegiatan aspirasinya disampaikan. Tentunya dari dinamika unjuk rasa kemarin, kata Argo, SOP-nya tetap mengamankan area tertentu yang tidak boleh dimasuki, dengan posisi defend dan dengan berbagai metode.
"Himbauan-himbauan pun kita berikan ke pengunjuk rasa, baik yang persuasif, jangan sampai terpancing, anggota kita beri edukasi setiap akan bergerak, tidak usah terpancing. Tetap kita upayakan persuasif, humanis, dan sebagainya," tutur Argo.
Argo juga mengklaim, walaupun anggota dilempari tetap diam saja, melakukan defend, persuasif, tetap melakukan pertahanan. Bahkan, ada beberapa anggota yang luka karena dilempari, salah satunya Kapolres Kota Tangerang yang terkena lempara batu hingga dirawat. Meski demikian, aparat Kepolisian memberikan himbauan, ternyata semakin anarkis.
"Tentunya kalau massa sudah anarkis, tentunya tetap ada aturan yang dilakukan oleh pihak kepolisian baik itu himbauan, menggunakan toa himbauan-himbauan, terakhir melemparkan gas air mata," terang Argo.
Terikat wartawan yang menjadi korban sikap represif aparat, kata Argo, bakal mengecek fakta di lapangan, bagaimana kejadian yang sebenarnya. Ia juga mengaku pihak sudah memberikan himbauan serta mengingatkan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Menurutnya pekerja media harus menunjukkan identitas jelas, sehingga dapat dilindungi oleh aparat yang sedang betugas.
"Kita memang harus jujur mengakui bahwa kita sebetulnya melindungi wartawan ya, tapi ketika situasinya chaos, anarkis, kadang anggota pun melindungi dirinya sendiri," kata Argo.