Ahad 18 Oct 2020 04:35 WIB

Partai Sayap Kanan Selandia Baru Picu Kekhawatiran Muslim

Terdapat peningkatan diskriminasi Muslim setelah serangan Christchurch.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Partai Sayap Kanan Selandia Baru Picu Kekhawatiran Muslim. Umat Muslim berdoa di taman di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Senin (18/3).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Partai Sayap Kanan Selandia Baru Picu Kekhawatiran Muslim. Umat Muslim berdoa di taman di luar Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru, Senin (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Lebih dari 18 bulan berlalu sejak serangan ke masjid di Christchurch, partai-partai sayap kanan bermunculan di Selandia Baru. Hal ini memicu kekhawatiran baru bagi sebagian umat Islam yang ada di sana.

Seorang aktivis Muslim Selandia Baru, Anjum Rahman mengaku telah bertahun-tahun dirinya dan orang lain memohon dan menuntut pemerintah menangani peningkatan tingkat diskriminasi di negara itu. "Kami telah melakukan advokasi intensif selama beberapa tahun dengan pemerintah. Pertemuan demi pertemuan, mengangkat masalah kami, mencoba membuat mereka menganggapnya serius," katanya seperti dilansir SBS News, beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Setelah lebih dari setahun sejak seorang teroris Australia menewaskan 51 jamaah di dua masjid Christchurch, Rahman mengatakan ancaman dan pelecehan terus akan berlanjut. Sebuah studi baru-baru ini oleh University of Auckland menemukan kejahatan rasial terhadap Muslim di Selandia Baru meningkat setelah pembantaian tersebut.

Hal ini membuat negara tersebut menjadi tempat yang cukup berbahaya bagi Muslim dan minoritas lainnya. “Bagi banyak orang masih ada kekhawatiran. Seorang wanita mengisahkan dirinya selalu duduk di dekat pintu bus agar bisa keluar dengan cepat. Semua hal kecil ini mereka lakukan karena mereka tidak pernah tahu, masih ada ketakutan itu," kata Rahman

Sosiolog Paul Spoonley, seorang ahli sayap kanan Selandia Baru, mengatakan partai-partai seperti itu mendapatkan dukungan yang sempit namun mengkhawatirkan. “Ada empat kelompok secara khusus, dan jika digabungkan, mereka tidak mendapatkan lebih dari satu hingga dua persen suara. Tetapi kami mulai melihat beberapa pandangan ekstrem kanan mulai bermigrasi ke pinggiran politik yang sangat konservatif ini dan mendapatkan massa yang jauh lebih besar," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement