REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Hafil*
Suatu ketika di tahun 2008, saya melihat seseorang sedang membuang sampah ke sungai di dekat rumah. Saya berencana untuk menghampirinya, bermaksud untuk menegurnya, ternyata yang membuang sampah itu adalah seorang guru.
Maka, saya yang tadinya ingin menegur dengan keras, berubah menjadi lebih halus dengan menanyakan, "Buang sampah ke kali nih?". Saya mengucapkannya sambil tersenyum karena hormat saya kepada orang yang berprofesi sebagai guru. Sang guru pun hanya tersenyum seperti tidak ada hal salah yang dilakukannya.
Lain lagi cerita di tahun 2017, Saya pergi liputan ke sebuah daerah destinasi wisata pantai dan laut. Dan, liputan itu adalah liputan undangan dari instansi yang bergerak di bidang pengelolaan lingkungan. Dan, acara yang diliput adalah tentang aksi bersih-bersih pantai dan lautan di wilayah itu.
Namun, betapa hati ini terasa pedih, ketika melihat staf di instansi yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan itu, dengan seenaknya membuang sampah dari mobil ke jalanan. Sejak kejadian itulah, saya menyimpulkan ada yang salah dengan pemahaman manusia (khususnya di Indonesia/saya tidak tahu di negara lain bagaimana karena tidak pernah tinggal di sana dalam waktu lama), tentang membuang sampah.
Padahal, dalam banyak aturan apapun, sudah banyak aturan tentang larangan membuang sampah sembarangan. Dari sisi aturan pemerintahan, sudah banyak aturan yang menyebutkan tentang denda dan kurungan penjara bagi yang membuang sampah sembarangan.
Kita sering melihat di sejumlah titik atau sungai, papan pengumuman aturan itu. Namun, tetap saja kita meliahat masyarakat abai dan tetap membuang sampah sembarangan.
Dari sisi aturan agama, khususnya agama Islam yang menjadi dasar keimanan saya, juga sudah banyak aturan itu. Dalam Alquran surah ar-Rum ayat 41 disebutkan, yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Imam Ath-Thabari menjelaskan di dalam kitab tafsirnya, Jami’ Al Bayan Fii Ta’wil Al Qur’an. Allah SWT mengingatkan manusia bahwa sudah tampak kemaksiatan di bumi. Semua itu adalah akibat dari perbuatan manusia yang melanggar perintah Allah SWT.
Dalam konteks ini, cukup relevan untuk mengingat lagi hasil Munas Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU) 2019 yang dihelat di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Februari silam.
Munas itu juga menetapkan, haram hukumnya membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga (dzan) membahayakan lingkungan. Membuang sampah sembarangan hukumnya makruh apabila kecil kemungkinannya (tawahhum) membahayakan lingkungan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga pernah mengeluarkan putusan fatwa tentang haramnya membuang sampah. Hal itu tertuang dalam Fatwa MUI No 41 Tahun 2014 tentang Pengelolan Sampah untuk Mencegah Kerusakan Lingkungan. Salah satu fatwanya berbunyi:
Membuang sampah sembarangan dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri maupun orang lain hukumnya haram.
Saat sekolah sejak usia dini pun, sebenarnya kita sudah diajarkan tentang larangan membuang sampah. Bahkan, saat TK kita dibacakan kisah tentang seorang anak yang terjatuh karena menginjak kulit pisang yang dibuangnya sendiri di jalanan.
Namun, mengapa kita tetap melihat anak kecil bahkan orang dewasa kerap membuang sampah sembarangan. Menurut pengalaman saya, ini karena kurangnya pemahaman dan peran orang tua di rumah. Itu adalah kunci.
Sekolah, ajaran agama, aturan pemerintah, itu lebih kepada aturan formil. Sementara, yang bertugas menyosialisasikan itu semua adalah orang tua.
Peran orangtua sangat penting dalam menentukkan karakter anak yang mengerti nilai-nilai itu sampai mereka dapat mengamalkannya. Orang tua juga harus memberikan teladan kepada anak-anaknya. Tidak hanya menyuruh untuk membuang sampah pada tempatnya, tetapi juga mempraktikannya. Sehingga, anak bisa mencontoh yang dilakukan oleh orang tuanya.
Dalam Islam pun, orang tua berkewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Karena, orang tua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id