REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Antara
Pada Rabu (21/10) ini, pemerintah melaporkan ada penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 4.267 orang dalam 24 jam terakhir. Angka ini membuat jumlah kumulatif kasus Covid-19 di Tanah Air bertambah menjadi 373.109 orang.
Sementara itu, jumlah pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh juga bertambah 3.856 orang sehingga akumulasi pasien sembuh menjadi 297.509 orang. Kasus kematian juga bertambah 123 orang, sehingga total pasien yang meninggal dunia dengan status positif Covid-19 berjumlah 12.857 orang.
Tren penambahan kasus positif Covid-19 harian terlihat melandai dalam satu bulan terakhir. Terminologi melandai di sini bukan lantas penambahan harian kasusnya mulai sedikit.
Rata-rata kasus harian nasional masih di atas 4.000-an orang setiap harinya. Hanya saja, laju penambahan kasus cenderung melambat.
Catatan penambahan kasus harian juga sempat beberapa kali memecah rekor, nyaris 5.000 orang dalam sehari. Namun, laporan kasus harian juga sempat drop ke bawah 4.000 orang beberapa kali. Hal ini membuat kecenderungan grafik kasus harian Covid-19 terlihat cenderung flat.
Melandainya tren kasus harian juga tak bisa disimpulkan bahwa penularan Covid-19 di Indonesia mulai bisa dikendalikan. Pemerintah masih perlu mewaspadai lonjakan kasus akibat aksi unjuk rasa yang diikuti ribuan mahasiswa dan buruh pada dua pekan lalu. Titik aksinya pun tak hanya di ibu kota, namun tersebar di berbagai daerah.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, akibat dari penularan Covid-19 di tengah unjuk rasa baru bisa terlihat 2-4 minggu setelah kejadian. Artinya, efek dari unjuk rasa dua pekan lalu baru bisa terlihat pada pekan depan, atau paling cepat pekan ini.
"Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, ditemukan sejumlah peserta aksi demo yang positif Covid. Namun demikian, gambaran secara utuhnya apakah aksi demo ini dapat menimbulkan klaster, maka bisa dilihat dalam jangka waktu biasanya 2-4 minggu setelah kejadian tersebut," ujar Wiku menjelaskan, Rabu (21/10).
Selain potensi munculnya klaster demo, Satgas Penanganan Covid-19 juga meminta pemerintah mengantisipasi momen libur panjang pada akhir Oktober, pekan depan. Wiku meminta pemerintah daerah meliburkan car free day (CFD) selama libur panjang akhir Oktober itu.
"Pemda diharapkan meniadakan car free day dan menutup sarana olahraga massal, seperti stadion, pusat kebugaran, dan kolam renang. Lebih baik olahraga sendiri di lingkungan rumah," ujar Wiku dalam keterangan pers, Selasa (20/10).
Update situasi terkini perkembangan #COVID19 di Indonesia (21/10)
(Sebuah utas)#BersatuLawanCovid19 #dirumahaja #JagaJarak #adaptasikebiasaanbaru pic.twitter.com/mMJMmYusfc
— Kemenkes RI (@KemenkesRI) October 21, 2020
Selain CFD, satgas juga mengingatkan pemda untuk mengantisipasi munculnya kerumunan massa akibat kegiatan sosial, politik, budaya, dan keagamaan selama libur panjang. Wiku menyarankan agar masyarakat tidak membuat perayaan kagamaan yang mengundang banyak orang.
Jika terpaksa dilakukan, ujar Wiku, maka kapasitas kehadiran tidak boleh lebih dari 50 persen untuk acara di dalam ruangan. Khusus untuk kegiatan politik, KPU dan aparat diminta aktif mengantisipasi terjadinya kerumunan massa peserta dan pendukung peserta pilkada.
"Terutama jika ada konflik penetapan DPT," katanya.
Selanjutnya, kementerian/lembaga serta pemda juga diminta melakukan antisipasi kerumunan akibat aktivitas ekonomi masyarakat. Kementerian terkait pun diminta memastikan protokol kesehatan berjalan ketat oleh penumpang di terminal bus, pelabuhan, atau bandara.
"Ketika di dalam moda atau ketika turun dari armada. Pengelola gedung swalayan, mal, dan pasar tradisional harus adakan sosialisasi dan pengawasan yang dibantu satpol PP kepada pedagang dan penyewa kios saat melakukan transaksi," katanya.
Dinas pariwisata di daerah juga diminta aktif bersama Satpol PP untuk melakukan pengawasan protokol kesehatan di lokasi-lokasi wisata. Antisipasi selanjutnya yang disampaikan Wiku adalah kerumunan di level keluarga.
Libur panjang diprediksi akan meningkatkan pergerakan keluarga yang berkunjung ke keluarga lain. Namun ia meminta, sebisa mungkin tunda acara keluarga yang tidak terlalu penting.
"Serta batasi arus keluar masuk, termasuk keluarga, baik ke sekolah asrama atau lapas. Dan manfaatkan media komunikasi daring," katanya.
Senada dengan Wiku, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menilai, aksi demonstrasi UU Cipta Kerja dan libur panjang pada 28 Oktober hingga 1 November 2020 mendatang berpotensi menimbulkan klaster kasus Covid-19. Oleh karena itu, Kemenkes melakukan beberapa upaya untuk mengantisipasi ancaman lonjakan kasus Covid-19.
"Dengan adanya hari libur besok, teman-teman di bandara tentunya memiliki pekerjaan ekstra melakukan pelayanan melakukan testing, tracing, dan treatment (3T)," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkes Oscar Primadi, saat berbicara di konferensi virtual Kemenkes mengenai update Kinerja Tim Task Force ke-12 Provinsi, Rabu (21/10).
Oscar menambahkan, Kemenkes berkomitmen akan masif melakukan upaya 3T ini. Tak hanya itu, pihaknya mengembangkan digital tracing yaitu meluncurkan aplikasi peduli lindungi. Pihaknya mengimbau masyarakat atau yang punya gawai bisa mengunduh aplikasi ini di iOs atau Google Playstore untuk ikut melacak kontak dengan keluarga lewat aplikasi.
Selain itu, pihaknya juga berkomitmen melakukan penguatan memperketat kerumunan. Oscar mengaku Kemenkes akan berkoordinasi dengan instansi terkait.
Ketua Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Dr Tri Yunis mengatakan, wisatawan yang ingin berlibur terlebih dahulu harus mengetahui zona daerah tujuan wisata apakah hijau, kuning, oranye atau merah. Sehingga, mereka bisa mengantisipasi penularan Covid-19.
"Pertama, kita harus tahu pergi ke mana. Kalau kita pergi ke kabupaten atau kota zona hijau berarti aman," kata Tri Yunis saat diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Dengan mengetahui zona Covid-19 suatu daerah, maka masyarakat yang ingin berlibur bisa mengantisipasi sedini mungkin dan menghindari daerah zona oranye apalagi merah. Ia menegaskan, masyarakat yang tetap melakukan wisata atau berlibur ke zona oranye atau merah, maka risiko tertular Covid-19 jauh lebih tinggi meskipun hanya sebatas jalan-jalan biasa atau mengunjungi pusat perbelanjaan.
"Bahkan ke zona oranye pun kita tetap berisiko terpapar. Oleh sebab itu, sebaiknya ke zona kuning atau hijau," katanya.
Meskipun demikian, Tri Yunis mengingatkan masyarakat yang ingin liburan tersebut tetap harus mematuhi protokol kesehatan misalnya memakai masker, menjaga jarak fisik termasuk rajin mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir.