REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Percakapan tentang Coronavirus Disease-19 (Covid-19) telah menjadi hal yang umum di banyak negara di seluruh dunia saat ini. Sejak penyakit akibat infeksi SARS-CoV-2 itu dinyatakan sebagai pandemi pada Maret lalu, berbagai berita terkait wabah selalu bermunculan, bahkan sering kali bersifat negatif.
Dalam sebuah studi terbaru yang dilakukan University of Hong Kong (HKU) bersama dengan Proyek Hong Kong Jockey Club’s SMART Family-Link diketahui bahwa berbagi terlalu banyak informasi tentang pandemi dapat berdampak negatif pada hubungan keluarga. Survei yang dilakukan dengan mengumpulkan jajak pendapat dari 4.914 orang tentang penggunaan obrolan grup aplikasi perpesanan mereka.
Survei menemukan bahwa topik komunikasi yang paling umum untuk hampir 80 persen responden adalah pandemi Covid-19. Kelvin Wang Man-ping, rekan peneliti untuk proyek Sekolah Kesehatan Masyarakat dan profesor di Sekolah Keperawatan HKU mengatakan, mengirim terlalu banyak informasi terkait virus corona jenis baru dapat menyebabkan hal itu menjadi berlebihan.
Bahkan, membanjiri info soal Covid-19 pada keluarga akhirnya memunculkan risiko ketegangan dengan anggota keluarga lainnya yang sudah tidak tertarik mendengar tentang topik pandemi ini.
“Jika seseorang terus menerus mengirimkan informasi tentang pandemi, itu dapat menyebabkan ketidakbahagiaan dan ketegangan dengan anggota keluarga lainnya, yang mungkin tidak tertarik untuk terus menerimanya atau mungkin sudah memiliki masalah kesehatan lain yang harus ditangani,” ujar Wang, dilansir South China Morning Post, Rabu (21/10).
Dampak negatif dapat memburuk jika informasi tidak diperiksa dengan benar. Wang juga mencatat bahwa orang yang terus-menerus mengirim pesan terkait Covid-19 yang dapat menarik perhatian negatif atau bahkan teguran dari anggota keluarga jika sumber mereka terbukti tidak dapat diandalkan.
Di antara responden berusia 65 ke atas, sebanyak 75,4 persen mengatakan bahwa mereka selalu meneruskan informasi pandemi kepada anggota keluarga mereka. Padahal, hanya 63,7 persen yang biasanya memeriksa fakta secara menyeluruh sebelum mengirimkannya.
Sebagai perbandingan, 80 persen dari mereka yang berusia 18 hingga 44 tahun mengatakan bahwa mereka selalu memverifikasi bahwa informasi itu benar.
"Orang tua lebih cenderung mengirimkan informasi semacam itu untuk menunjukkan perhatian kepada keluarga mereka. Dapat dimengerti bahwa orang tua cenderung tidak memeriksa fakta, karena mereka mungkin kurang memiliki keterampilan untuk menilai apa yang akurat. Kami perlu memperkenalkan lebih banyak program literasi daring untuk mengatasi hambatan ini," jelas Wang.
Sementara fokus terhadap pandemi Covid-19 terus meningkat, banyak orang yang mengabaikan tindakan seperti mengirim pesan positif. Bahkan, studi menunjukkan pesan dengan topik yang menunjukkan harapan baik secara umum menjadi yang paling tidak umum.
Lam Tai-hing, peneliti utama proyek dan ketua profesor kedokteran komunitas di Sekolah Kesehatan Masyarakat HKU, mendorong orang untuk mengirim lebih banyak pesan positif kepada anggota keluarga mereka. Hal ini diyakini olehnya dapat semakin meningkatkan komunikasi dan keharmonisan keluarga.
"Pesan tidak harus hanya tentang informasi, tetapi tentang mengungkapkan kepedulian dan ketulusan kepada keluarga Anda," jelas Tai-hing.