Kamis 22 Oct 2020 22:33 WIB

Presiden Wanti-wanti Libur Panjang Bisa Tingkatkan Covid-19

Satgas mengatakan Presiden mewanti-wanti libur panjang bisa tingkatkan Covid-19

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo
Foto: BNPB
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Doni Monardo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti hari libur panjang dan cuti pada 28 Oktober hingga 1 November 2020. Sebab, momen libur ini bisa menambah kasus positif virus corona SARS-CoV2 (Covid-19).

"Saat rapat terbatas kemarin, presiden mewanti-wanti para menteri saat libur panjang 28 Oktober hingga 1 November 2020. Sebab hari libur ini bisa meningkatkan kasus positif Covid-19 di beberapa daerah," kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo saat mengisi konferensi virtual BNPB bertema Vaksin Covid-19, Protokol Kesehatan, Libur Panjang, dan Cipta Kerja, Kamis (22/10).

Baca Juga

Doni melanjutkan, kekhawatiran presiden berkaca pada hari-hari libur sebelumnya selama pandemi. Ia menyebutkan saat libur lebaran lalu, masyarakat diingatkan tidak mudik. 

Tak hanya masyarakat, ia menyebutkan seluruh komponen masyarakat dan pejabat diingatkan tidak mudik.  Akhirnya, dia melanjutkan, memang ada peningkatan kasus usai libur Idul Fitri tapi persentasenya tidak besar. Pun halnya ketika libur Idul Adha juga terjadi peningkatan kasus. 

Kemudian, di melanjutkan, libur panjang pada Agustus lalu membuat ledakan kasus dan memaksa Gubernur DKI Jakarta mengubah status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi menjadi total. Saat itu, dia menambahkan, bed occupancy rate (BOR) mencapai 83 persen per 9 September 2020. 

Di saat yang sama, dia melanjutkan, Gubernur DKI Jakarta juga memberlakukan pembatasan kegiatan perkantoran tidak boleh lebih dari 25 persen, baik di kantor pemerintah, swasta, BUMN hingga meniadakan ganjil genap. Upaya ini diklaim efektif dan kasus aktif menurun. 

"Masus aktif setelah 20 september masih 23,6 persen dan per 21 Oktober menjadi 16,81 persen atau turun sebesar 6,79 persen. Ini prestasi karena banyak negara mengalami peningkatan kasus aktif," katanya.

Kendati demikian, ia mengakui Indonesia masih punya pekerjaan rumah menurunkan angka kematian yang masih diatas persentase mortalitas global yaitu 3,45 persen. Ia mengakui, kebanyakan korban tewas punya penyakit penyerta (komorbid) seperti diabetes, kanker, paru-paru. Oleh karena itu, ia meminta adanya kerja sama dan kerja keras pentahelix, termasuk dari pemerintah daerah untuk mengendalikan Covid-19. 

"Selain itu bisa memanfaatkan tokoh agama, masyarakat, dan budayawan. Jaga jangan takabur dan kendor," ujarnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement