REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Keamanan Nasional Irak menolak untuk melabeli Ikhwanul Muslimin sebagai "organisasi teroris”. Hal ini disampaikan Penasihat Keamanan Nasional Irak Qassem Al-Araji dalam surat pernyataannya, Sabtu (24/10).
Sebagai tanggapan atas permintaan Mesir untuk memasukkan Ikhwanul Muslimin dalam daftar terorisme di Liga Arab, Dewan Keamanan Nasional Irak telah memutuskan pada 4 Agustus 2020 lalu untuk tidak memberikan suara dalam melabeli Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris.
Menurut Reuters, Ikhwanul Muslim, yang keanggotaannya diperkirakan mencapai 1 juta orang telah berkuasa dalam pemilihan umum modern pertama Mesir pada 2012, setahun setelah Hosni Mubarak digulingkan gelombang demonstrasi besar.
Sebagai panglima militer Mesir pada 2013, Abdel Fattah el-Sisi kemudian merekayasa pemecatan Presiden terpilih Mohamed Mursi, seorang tokoh senior Ikhwanul Muslimin. Sisi juga melakukan tindakan keras terhadap para pendukung Mursi serta oposisi liberal di Mesir.
Sisi akhirnya terpilih menjadi presiden pada 2014. Setelah Mursi digulingkan, tidak butuh waktu lama Ikhwanul Muslimin pun akhirnya dilarang di Mesir. Pihak yang berkuasa menyatakannya sebagai organisasi teroris dan memenjarakan ribuan pengikut serta sebagian besar pimpinannya, termasuk Mursi.
Sementara itu, Ikhwanul Muslimin, yang didirikan di Mesir pada 1928, mengatakan bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah gerakan tanpa kekerasan. Mereka juga menyangkal hubungan apapun dengan pemberontakan kekerasan yang dilakukan oleh militan Alqaeda dan ISIS.
"Kami akan tetap teguh dalam pekerjaan kami sesuai dengan pemikiran kami yang moderat dan damai," kata Ikhwaul Muslimin dalam sebuah pernyataan di situsnya.
Sumber: https://shafaq.com/en/Iraq-News/Iraq-the-Muslim-Brotherhood-is-not-a-terrorist-organization