REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PKS secara resmi mengirim surat protes kepada Presiden Perancis Emannuel Macron melalui duta besar Perancis di Jakarta. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, surat tersebut merupakan bentuk protes PKS terhadap pernyataan Macron yang mendukung penerbitan kartun penghinaan kepada Nabi Muhammad.
"Fraksi PKS mengecam keras pernyataan Presiden Perancis yang jelas menghina Islam karena mendukung penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad. Untuk itu, Fraksi PKS mengirim surat resmi protes kepada Presiden Perancis atas sikap dan pernyataan kontroversialnya tersebut," kata Jazuli dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (29/10).

Fraksi PKS juga mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) yang telah memanggil Duta Besar Perancis untuk Indonesia guna menyampaikan kecaman atas pernyataan Presidennya. Sikap Kemenlu tersebut dinilai sudah tepat.
"Pernyataan Presiden Perancis bisa mengganggu kedamaian dunia karena mencerminkan ekspresi kebebasan yang tidak bertanggung jawab. Perdamaian dunia tidak bisa diraih jika orang bebas menghina, mengolok-olok keyakinan lain, apalagi terhadap figur yang sakral bagi umat beragama," tegas Jazuli.
Selain itu, Wakil Presiden Forum Parlemen Muslim Dunia tersebut juga menegaskan respon negara-negara muslim yang juga mengecam Perancis bahkan menyerukan boikot produk-produk Perancis. Menurutnya, sebagai negara besar dengan sejarah panjang, seharusnya Presiden Perancis bisa menjadi contoh dan teladan bagaimana menghadirkan kedamaian dunia yang berangkat dari sikap saling menghormati dan menghargai keyakinan setiap umat manusia.
Sebelumnya Presiden Prancis, Emmanuel Macron dalam pernyataannya baru-baru ini justru membela dan mendukung penerbitan karikatur nabi Muhammad oleh majalah Charlie Hebdo yang telah memicu kemarahan negara-negara Muslim.
Seperti di Libya, para aktivis membuat kampanye daring yang menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis dengan membagikan daftar merek produk Prancis yang harus dihindari oleh konsumen. Selain itu para aktivis juga menginformasikan sebuah aplikasi bernama Made In yakni sebuah aplikasi bagi konsumen agar dapat mengetahui asal produk dengan cara memindai kode pada produk tersebut.
Tak hanya di Libya, produk-produk Prancis dari makanan hingga produk kecantikan telah dihapus dari pusat-pusat perbelanjaan modern di Kuwait, Yordania, Qatar dan juga Mesir. Sementara itu protes juga tak hanya terjadi di Libya namun juga berlangsung di Suriah, jalur Gaza, Turki, Pakistan, Bangladesh. Langkah serupa juga dilakukan Arab Saudi sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia Arab.