REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan dapat mengimplementasikan B40 atau pencampuran biodiesel dalam bahan bakar solar pada tahun 2022. Kasubdit Keteknikan Lingkungan DItjen EBTKE Kementerian ESDM Effendi Manurung mengatakan, salah satu tantangan program B40 yaitu belum tersedianya aturan yang mendukung hal tersebut.
Sejauh ini, peta jalan mandatori biodiesel mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 12/2015 yang hanya mengatur pencampuran B30 sampai tahun 2025. Kendati demikian, pengembangan B40 terus dilakukan oleh pemerintah.
Sepanjang tahun 2020, pemerintah melakukan kajian awal B40 dengan ruang lingkup uji karakteristik bahan baku, uji stabilitas penyimpanan, uji filter bahan bakar, uji presipitasi, dan uji kinerja. “Kajian terhadap insentif B40 juga dilakukan,” kata Effendi, Jumat (30/10).
Pemerintah pun mendapat rekomendasi awal hasil kajian untuk campuran B40 dengan menggunakan beberapa opsi. Di antaranya pencampuran Fatty Acid Mehtyl Ester (FAME) 40 persen, pencampuran FAME 30 persen + Distillate Palm Methyl Ester (DPME) 10 persen, dan pencampuran FAME 30 persen + Green Diesel 10 persen. Tak hanya itu, pemerintah juga menyusun parameter B100 yang digunakan untuk pencampuran B40.
Pada tahun 2021 nanti, lanjut Effendi, pemerintah hendak melakukan uji jalan penggunaan B40. Di samping itu, peningkatan kapasitas industri Bahan Bakar Nabati (BBN) serta konstruksi pembangunan Green Diesel juga dilakukan. “Kami juga mulai menyesuaikan regulasi mandatori biodiesel dan penetapan regulasi B40,” ungkap dia.
Sejauh ini, pemerintah sudah menjalankan program B30. Khusus di tahun 2020, target pemanfaatan B30 tercatat sebesar 9,5 juta kiloliter. Namun, terjadi penyesuaian target menjadi 8,3 juta kiloliter.
“Sejauh ini realisasinya sudah sekitar 6 juta kiloliter,” imbuh Effendi
Adapun pada 2021 nanti, target pemanfaatan BBN ditetapkan sebesar 8,9 juta kiloliter dan terus meningkat menjadi 13,9 juta kiloliter di tahun 2025.