Senin 02 Nov 2020 19:04 WIB

Kolumnis Ini Bela Macron Soal Ucapan Islam dalam Krisis

Sebagian kalangan mengiyakan ucapan Macron soal Islam sedang krisis.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam membentangkan spanduk saat melakukan unjuk rasa di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (2/11). Pada aksi tersebut mereka mengecam dan memprotes pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dinilai menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam membentangkan spanduk saat melakukan unjuk rasa di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (2/11). Pada aksi tersebut mereka mengecam dan memprotes pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dinilai menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—  Pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebut Islam sedang dalam krisis, memancing banyak komentar dari pemimpin negara-negara Muslim, mulai dari Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang memintanya memeriksakan diri ke psikiater, mantan perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad, hingga Imran Khan dari Pakistan yang menulis khutbah dua halaman berisi imbauan pendidikan ulang Barat tentang Islam.

Namun ada yang berpendapat bahwa reaksi yang ditunjukkan para pemimpin terkemuka dari negara-negara Muslim kuat dan padat penduduk ini seolah membenarkan adanya 'krisis'.

Baca Juga

"Jika puluhan juta Muslim di seluruh dunia merasa bahwa mereka adalah korban Islamofobia massal, itu adalah perasaan terkepung dan krisis," tulis Shekhar Gupta yang ditampilkan di The Print, Senin (2/11).

Menurut Gupta, seluruh agama bersifat politis, dan Islam adalah agama yang paling sering dipolitisasi. Ditambah lagi dikaitkannya Islam dengan kelompok-kelompok teroris seperti Alqaeda, ISIS hingga kelompok brutal lainnya.  

Islam merupakan agama terbesar kedua di dunia, dengan hampir 200 juta penganut, selisih 20 persen dari Kristen.

Tetapi tidak seperti orang Kristen yang mayoritas tinggal di negara demokratis, hanya sedikit negara Muslim yang menganut sistem demokrasi.

"Penting untuk dicatat, sekitar 60 persen dari semua Muslim berada di Asia dan empat dari populasi terbesar mereka di dunia hidup di bawah derajat demokrasi yang berbeda, antara India, Indonesia, Bangladesh dan Pakistan," tulis Gupta.

Memperluas argumen ini lebih jauh, di negara-negara di mana Muslim memiliki mayoritas, sekularisme umumnya merupakan kata yang buruk. Tetapi di negara-negara demokratis di mana Muslim adalah minoritas, mereka terus menguji sistem sekuler, seperti Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Belgia, dan Jerman,

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement